WhatsApp Image 2022 05 22 at 20.46.16 2

Kapolsek Malinau Utara Polres Malinau Polda Kalimantan Utara Pimpin Bantu Warga Yang Rumahnya Kerendam Banjir Akibat Intensitas Curah Hujan Yang Tinggi

Headline Muhasabah

mascipoldotcom – Senin, 23 Mei 2022 (24 Syawal 1443 H)

Kaltara – Akibat intensitas curah hujan yang tinggi, membuat rumah-rumah warga di beberapa Kecamatan di Kabupaten Malinau terendam banjir yang mengakibatkan meluapnya Sungai Malinau.

Air yang masih menggenang, tidak menyurutkan langkah personil Sat Samapta Polres Malinau dan Polsek Malinau Utara untuk menyalurkan bantuan berupa makanan siap saji untuk korban banjir di beberapa Desa di Kecamatan Malinau Utara, Kabupaten Malinau, Minggu (22/5).

Kapolsek Malinau Utara IPDA Joko Subagyo menerangkan, melihat situasi dilapangan sudah mulai ada akses jalan yang tidak bisa dilalui kendaraan yang berdampak kepada warga tidak bisa belanja kemana-mana di tengah banjir ini.

“Paket makanan siap saji kami berikan langsung dengan mendatangi satu persatu rumah warga yang terendam banjir mengunakan perahu karet, semoga bantuan ini bisa sedikit membantu, minimal dapat meringankan beban warga yang terdampak banjir,” terangnya

Kapolsek Malinau Utara yang pada saat kegiatan berlangsung didampingi Kasat Samapta Polres Malinau IPTU Urip Basuki juga memberikan himbauan kepada masyarakat agar tidak panik dan agar berhati-hati pada peralatan-peralatan elektronik dengan mengamankan arus listrik guna mencegah terjadinya konsleting arus listik serta mengawasi anak-anak disituasi banjir ini.

“Waspada dengan kondisi banjir saat ini, baik dalam pengawasan arus listrik maupun dalam mengawasi anak-anak,” pungkasnya

Selain wilayah Kecamatan Malinau Utara yang terendam banjir, debit air Sungai Malinau yang saat ini mengalami peningkatan dan merendam sejumlah ruas jalan yaitu di Kecamatan Malinau Barat, Malinau Kota dan Mentarang yang membuat personil Polres Malinau dan Polsek jajaran siaga membantu aktivitas warga dan memonitoring perkembangan debit air yang di wilayah Kabupaten Malinau. (Suhardi)

__________________

Renungan

SALING HUJAT AKIBAT BENCANA BANJIR TAK SESUAI AJARAN ISLAM, INI PENJELASANNYA

Bencana banjir yang menerjang sejumlah wilayah di Indonesia menjadi celah bagi masyarakat untuk saling menyalahkan, terutama kepada kepala daerah. Mereka menilai bencana banjir ini terjadi karena adanya kesalahan dalam pencegahan banjir.

Tapi, apakah sikap menyalahkan seperti itu sudah benar dilakukan dalam menyikapi bencana banjir? Dalam Islam, tindakan tersebut ternyata bukan hal yang patut dilakukan.

Seperti dijelaskan Ustadz Fariq Gasim Anuz, dalam kasus saling menyalahkan saat bencana banjir ini, ia memiliki beberapa contoh cerita yang bisa kita jadikan sebagai bahan introspeksi diri terkait kebiasaan menyalahkan ini. Juga dengan meminta pertanggungjawaban atas bencana banjir.

Salah satu contoh yang diceritakan oleh Ustadz Fariq adalah mengenai sopir dan majikan. Suatu ketika ada seorang sopir di Jeddah pernah mengungkapkan kisah hidup pada dirinya.

Dia bercerita bahwa dirinya memiliki kiat untuk mengatasi majikan, yang sering menyalahkannya jika mereka terjebak macet di Jeddah. Sikap ini akhirnya dilakukan sopir karena dirinya selalu disalahkan.

Suatu ketika mereka terjebak dalam kemacetan dan si majikan berkata, “Mengapa kamu tidak memilih jalan lain?”.

Sejak saat itu, setiap ada pilihan jalan, sopir akan bertanya dahulu kepada majikannya, untuk memilih jalan mana yang akan ditempuh. Meskipun lewat jalan berbeda ternyata mobil pun terjebak macet. Majikannya pun diam saja, tidak menyalahkan dirinya.

Cerita berlanjut, suatu hari majikan sopir tersebut mengajak istri dan anaknya pergi naik mobil. Sopir mulai menanyakan pilihan jalan yang perlu ditempuh, ketika melewati beberapa jalan alternatif.

Majikan laki-laki memutuskan satu jalan yang perlu dilalui. Ternyata tidak berapa lama, mobil mereka terjebak macet. Majikan laki-laki marah kepada sopirnya dengan mengatakan, “Mengapa kamu lewat jalan ini yang menyebabkan kemacetan?”.

Mendengar ayahnya marah pada sang sopir, anak perempuan majikan itu justru membela sopir. Sang anak juga mengingatkan ayahnya karena memilih jalan tersebut. Akhirnya majikan laki-laki tersebut diam dan malu kepada sopirnya.

Ustadz Fariq juga punya cerita lain terkait dengan kebiasaan suka menyalahkan ini. Ada seorang ibu rumah tangga menelepon suaminya untuk memberitahu anaknya sakit panas.

Istri berharap suaminya menenangkan hatinya yang sedang galau dan memberikan solusi terbaik. Namun, yang ia dapat justru suaminya menyalahkannya. “Kamu beri makan apa anak kita sehingga dia sakit?” Karena disalahkan, ia bertambah sedih dan hatinya semakin galau.

“Dari dua cerita itu kita bisa belajar. Apabila selama ini kita sering menyalahkan orang lain, maka mulai dari sekarang, tinggalkan kebiasaan buruk tersebut. Carilah solusi dari permasalahan yang timbul akibat kesalahan tersebut,” kata Ustadz Fariq beberapa waktu lalu.

Ustadz Fariq melanjutkan, tidak ada salahnya juga untuk kita memberi pelajaran dari kesalahan yang terjadi jika kesalahan tersebut tidak pantas untuk terjadi. Namun, jika kesalahan itu bukan sesuatu yang besar, seharusnya kita sebagai umat memakluminya. “Apabila itu adalah kesalahan berupa dosa dan kemungkaran, maka harus diingkari dengan bijaksana,” sambungnya.

Ustad Fariq Gasim Anuz lantas mengutip sebuah hadits. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, beliau pernah tinggal dan membantu Rasulullah selama sepuluh tahun, baik ketika di rumah mau pun dalam perjalanan :

لَقَدْ خَدَمْتُ رَسُوْلَ اللهِ عَشَرَ سِنِيْنَ, فَمَا قَالَ لِي أُفٍّ وَلَا قَالَ لِشَيْئٍ فَعَلْتُهُ لِمَ فَعَلْتَهُ؟, وَلَا لِشَيْئٍ لَمْ أَفْعَلْهُ: أَلَا فَعَلْتَ كَذَا؟

Sungguh aku telah melayani Rasûlullâh selama sepuluh tahun. Beliau tidak pernah berkata kepadaku sekalipun, “Aah”, tidak pernah berkomentar tentang apa yang aku lakukan, “Mengapa kamu lakukan (ini)”, dan tentang apa yang tidak aku lakukan, “Mengapa kamu tidak melakukan demikian? [HR Bukhari dan Muslim]

Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu mengatakan :

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah merasa jengkel kepadanya sama sekali dalam sepuluh tahun ia melayani beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara seseorang dari kita, hanya sekedar sepekan atau kurang lebih dari sepekan saja, sudah pernah meluapkan kemarahan atau kejengkelan terhadap pembantunya.

Senin 06 Januari 2020

Fariq Gasim Anuz