mascipoldotcom – Kamis, 10 Juni 2021 (29 Syawal 1442 H)
Lamongan – Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo kembali melanjutkan kunjungan kerjanya dalam rangka meninjau penanganan Covid-19 ke Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Dalam tinjauannya, Kapolri meminta kepada seluruh personel TNI-Polri, untuk memperkuat pos pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro. Menurutnya, hal itu merupakan upaya untuk menekan laju pertumbuhan virus corona di Kabupaten Lamongan yang masuk dalam zona kuning.
“Pos PPKM Mikro memiliki peran yang sangat penting dalam menekan laju perkembangan Covid-19. Perkuat kembali fungsi pos PPKM Mikro terutama dalam upaya 5M dan 3T,” kata Kapolri di Lamongan, Jawa Timur, Kamis (10/6/2021).
Saat ini di Kabupaten Lamongan sendiri terdapat 474 pos PPKM Mikro dengan dijaga 946 personel TNI-Polri. Menurut Sigit, PPKM Mikro harus menjadi pusat kendali berbasis data dalam melakukan penanggulangan Covid-19.
Untuk menekan laju pertumbuhan virus corona di Kabupaten Lamongan, Kapolri menyebut harus dilakukan upaya tracing yang masif dengan menggunakan metode Ratio Lacak Isolasi (RLI).
Kemudian, melakukan penjagaan ketat di tempat-tempat yang dijadikan lokasi isolasi mandiri. Demi mencegah terjadinya penyebaran virus corona yang masif, Kapolri menyatakan, personel TNI-Polri harus memastikan tidak ada pasien bergejala yang melakukan isolasi mandiri di rumah.
“Pastikan tidak ada pasien bergejala melakukan isolasi mandiri di rumah, segera lakukan evakuasi ke tempat-tempat yang sudah disediakan dengan SOP yang sudah ada,” ujar Sigit.
Kapolri juga mengapresiasi jajarannya yang telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya penyebaran virus corona di Lamongan. Diantaranya melakukan operasi yustisi, penguatan tracing dan testing, edukasi kedisplinan protokol kesehatan, melakukan micro lockdown terhadap Desa Sidodowo, Kecamatan Modo karena munculnya klaster hajatan.
Lalu, mendirikan 3 posko keamanan untuk membatasi mobilitas warga keluar masuk desa di perbatasan Sidodowo-Sempu, perbatasan Sidodowo-Kedungwaras dan perbatasan Sidodowo-Pule.
Disisi lain, Kapolri menekankan soal penerapan lima kontijensi untuk penanganan Covid-19 di Kabupaten Lamongan. Pertama, manajemen penjagaan kampung atau RT yang sudah menjadi klaster.
Kedua, manajemen tracing dan ketersediaan Swab Antigen. Ketiga,
Manajemen RT-PCR dan peningkatan kecepatan hasil Laboratorium. Keempat, manajemen pasien yang reaktif atau positif, penentuan isolasi mandiri dan rujukan ke Rumah Sakit (RS).
Dan yang terakhir adalah, manajemen evakuasi pengangkutan positif bila sudah semakin banyak yang positif dan klaster keluarga meluas. Tak lupa, Kapolri mengingatkan soal suksesi program vaksinasi nasional di Kabupaten Lamongan.
“TNI-Polri melakukan kampanye untuk menjadikan Covid- 19 sebagai musuh bersama sehingga masyarakat harus bersatu untuk keluar dari krisis ini. Kita harus optimis bahwa bersama-sama kita bisa mengendalikan pandemi Covid-19. Untuk itu, tingkatkan upaya optimalisasi PPKM Mikro, sambil menciptakan herd immunity melalui program vaksinasi massal,” tutup Kapolri.
———-
Renungan
Pertanyaan.
Apa hukum dispensasi tidak menghadiri shalat jum’ah dan shalat jamaah dalam kondisi terjadinya wabah (penyakit) atau khawatir tersebarnya wabah?
Jawaban
Alhamdulillah otoritas perkumpulan para ulama besar pemerintahan Saudi Arabia telah mengeluarkan keputusan no (246) pada tanggal 16/7/1441H berikut ini teksnya:
Segala puji hanya milik Allah Tuhan seluruh alam, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh shahabatnya, amma ba’du:
Otoritas perkumpulan para ulamaa besar dalam pertemuan khusus ke-24 yang dilaksanakan di kota Riyad pada hari Rabu bertepatan pada tanggal 16/7/1441H telah melihat apa yang disodorkan terkait dispensasi tidak menghadiri shalat jum’ah dan jamaah dalam kondisi menyebarnya wabah atau takut tersebarnya wabah.
Setelah mengadakan kajian mendalam dalam nash syariat Islam, tujuan dan kaidah-kaidahnya serta perkataan ahli ilmu dalam masalah ini, maka otoritas perkumpulan para ulama besar memberikan penjelasan berikut ini:
Pertama: Pasien yang terkena musibah ini diharamkan menghadiri shalat jum’ah dan jamaah berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:
لا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ علَى مُصِحٍّ . متفق عليه
“Jangan dikumpulkan Orang yang sakit dengan orang sehat” [Muttafaq’alaihi]
Dan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا. متفق عليه
“Kalau kamu semua mendengar penyakit tho’un (wabah penyakit) suatu daerah, maka jangan masuk ke dalamnya. Dan ketika (wabah) telah memasuki suatu daerah sementara anda semua berada di dalamnya, maka jangan keluar darinya.” [Muttafaq’alaihi]
Kedua: Siapa yang diputuskan oleh instansi khusus untuk diasingkan, maka dia harus berkomitmen akan hal itu dan tidak menghadiri shalat jamaah dan jum’ah, dia menunaikan shalat-shalatnya di rumah atau di tempat pengasingannya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Syuraid bin Suwaid At-Tsaqofi Radhiyallahu ahhu berkata,
كان في وَفْدِ ثَقِيفٍ رَجُلٌ مَجْذومٌ، فأَرْسَلَ إليه النبيُّ صلى الله عليه وسلم: إنّا قَدْ بايَعْناكَ فَارْجِعْ .أخرجه مسلم
“Dahulu ada utusan dari Tsaqif ada yang terkena kusta. Maka Nabi sallallahu alihi wa sallam mengirim pesan ‘Sungguh kami telah membait anda, maka pulanglah.” [HR. Muslim]
Ketiga: Siapa yang khawatir terkena celaka atau mencelakai orang lain, maka dia diberi keringanan tidak menghadiri jum’ah dan jamaah berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ . رواه ابن ماجه
“Tidak boleh mencelakai diri dan mecelakai orang lain” [HR. Ibnu Majah]
Dari semua yang disebutkan, kalau dia tidak menghadiri jum’ah, maka dia shalat dhuhur 4 rakaat.
Dan otoritas perkumpulan ulama besar memberikan wasiat agar semua mengikuti taklimat, arahan dan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh instansi khusus. sebagaimana memberikan wasiat agar semuanya bertakwa kepada Allah azza wa Jalla dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan berdoa dan merendahkan diri dihadapan-Nya agar mengangkat cobaan ini. Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Yunus/10:107]
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu” [Al-Ghaafir/40:60]
Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan semua shahabatnya.
Selesai dari link: https://www.spa.gov.sa/2047028
Lajnah Daimah Lilifta’ di dewan perkumpulan para pakar fikih di Amerika mengeluarkan penjelasan teksnya berikut ini:
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah, wa ba’du:
Telah ada di Dewan (Pakar Fikih) beberapa pertanyaan terkait dengan sesuatu yang selayaknya dikeluarkan untuk pengurus masjid dan jamaah shalat secara umum untuk dikerjakan terkait dengan virus Corona terbaru. Maka Dewan (Pakar Fikih) mengeluarkan penjelasan berikut sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini:
Pertama: Dari sisi pengurus masjid dan Markaz Islam (Islamic Center).
Bagi para pengurus masjid dan Islamic Center tidak diperbolehkan mengcancel shalat jum’ah dan jamaah karena adanya kondisi berkenaan virus corona di Amerika (USA) kecuali kalau instansi kesehatan resmi mengeluarkan taklimat di kota tertentu mengharuskan untuk menutup tempat-tempat peribadatan dan melarang adanya perkumpulan-perkumpulan. Maka waktu itu para pengurus harus melaksanakan taklimat ini. Hal itu menjadi alasan (uzur) diperkenankan shalat jum’ah menjadi shalat dhuhur di rumah-rumah sampai dibukanya masa genting ini.
Bagi para pengurus majid dan Islamic Center diperkenankan untuk meminta orang yang terkena influenza untuk menutup wajah dengan masker medis sewaktu menunaikan shalat di masjid jum’ah dan berjamaah. Sebagaimana diperkenankan mengkhususkan kamar khusus terpisah bagi orang yang terkena penyakit dari jamaah shalat lainnya. Atau mengkhususkannya di satu sisi masjid khusus untuk mereka. Juga diberi nasehat agar tidak menyalami jamaah shalat lainnya. Disertai perhatian terhadap arahan dokter terkait dengan menjaga agar tidak menyebarnya penyakit.
Para pengurus masjid selayaknya mengikuti taklimat terbaru dari instansi lokal yang menangani kesehatan umum seperti pusat penanganan penyakit (CDC) dan komitmen dengan arahan-arahannya.
Kedua: Untuk seluruh umat islam secara umum, diperbolehkan untuk meninggalkan orang secara individu berkumpul.
Untuk shalat jum’ah dan jamaah khawatir dari penyakit dan ini ada perinciannya. Kalau shalat berjamaah, masalahnya longgar. Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat tidak mewajibkannya.
Sementara yang mewajibkannyapun tidak mensyaratkan ditunaikan di dalam masjid. Kalau shalat jumah, maka orang yang telah terkena beban (taklif) dari kalangan lelaki tidak diperkenankan meninggalkannya kecuali ketika ada ketakutan yang pasti terjadi bukan sekedar perkiraan. Yang menjadi acuan akan hal itu untuk orang-orang secara umum adalah arahan instansi kesehatan.
Kapan saja dilarang berkumpul, maka bahaya wabah penyakit telah menjadi alasan (uzur) tidak menghadiri shalat jum’ah. Sementara kelompok yang terkena bahaya seperti orang tua renta, pasien terkena penyakit menahun, maka berkomitmen dengan nasehat dari para dokternya. Mereka lebih layak mendapatkan uzur (alasan) daripada yang lainnya.
Selayaknya bagi yang terkena penyakit (mirip penyakit influenza) menjauhi masjid-masjid ketika ragu terkena penyakit sampai merujuk ke para dokter untuk meyakinkan dari keselamatan mereka. Karena bahaya virus –kalau mereka membawanya – itu lebih besar bahayanya dibanding dengan gangguan bau mulut dari bawang. Sementara Rasulullah Shallalahu alahi wa sallam bersabda:
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا وَلاَ يُؤْذِيَنَّا بِرِيحِ الثُّومِ.
“Siapa yang makan tumbuhan ini, maka jangan sekali-kali mendekati masjid kami. Dan kami jangan disakiti dengan baunya bawang”.
Kita memohon kesehatan kepada Allah untuk kita dan semua manusia.
Wallahu Ta’ala a’lam
amjaonline
Disalin dari islamqa