mascipoldotcom, Kamis, 19 Nopember 2020 (4 Rabi’ul Akhir 1442 H)
Jakarta, Polisi menangkap 3 ( tiga ) orang pelaku penggelapan mobil rental di Jakarta Barat, sebanyak 8 kendaraan roda empat berbagai merek diamankan satuan Reskrim Polres Metro Jakarta, Kamis, 19/11/2020
Ketiga pelaku yang berhasil diamankan diantaranya berinisial YR als WT ( 40 ) seorang wanita dan dua orang laki-laki berinisial AM (25) dan AR (44).
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Audie S Latuheru mengungkapkan, dari pengungkapan ini barang bukti yang diamankan sebanyak 8 unit mobil.
“Adapun pelaku yang diamankan sebanyak 3 orang, satu diantaranya perempuan,” ungkap Kombes pol Audie, Kamis (19/11/2020)
Sementara Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Kompol Teuku Arsya Khadafi menjelaskan, modus para pelaku tersebut yakni tersangka YR berpura-pura menyewa mobil korban, setelah kendaraan dikuasai, YR menyuruh tersangka AM untuk menggadaikannya di wilayah Pandeglang Banten.
Pengungkapan berawal dari laporan korban yang menyewakan mobil miliknya kepada saudari Vivi, kemudian diserahkan kepada tersangka YR.
Karena saudari Vivi tidak membayar uang sewa maka korban menanyakan perihal tersebut, Ternyata mobil milik korban digadai tanpa seijin korban kepada tersangka berinisial T di daerah pontang banten sebesar 25.000.000,- Atas kejadian tersebut korban melaporkan ke Polres Metro Jakarta Barat.
“Berdasarkan laporan tersebut kemudian dibawah pimpinan kanit Krimum Polres Metro jakarta barat Akp Dimitri Mahendra dan Kasubnit Jatanras Iptu Rizky Ali Akbar dilakukan penyelidikan dan berhasil menangkap tersangka AM pada Minggu 15 November 2020 di daerah Disadap Serang Banten,” jelas Arsya.
Berdasarkan keterangan dari tersangka AM, kemudian petugas berhasil menangkap tersangka AR di kawasan Pandeglang Banten. Selanjutnya petugas menangkap tersangka YR di daerah Sentul City Bogor.
“Setelah para tersangka tertangkap, didapat keterangan bahwa para tersangka menggadaikan sebanyak 16 unit mobil,” katanya.
Akibat perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 480 KUHPidana. (Ashari/Bag Humas Polres Metro Jakarta Barat)
———
Renungan
BAGAIMANA ALLAH MENYIKSA MANUSIA SEDANG ITU SUDAH DITENTUKAN ALLAH
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin ditanya : “Ada polemik yang dirasakan sebagian manusia, yaitu bagaimana Allah akan menyiksa karena ma’siyat, padahal telah Dia takdirkan hal itu atas manusia ?”
Jawaban.
Sebenarnya hal ini bukanlah polemik. Langkah manusia untuk berbuat jahat kemudian dia disiksa karenanya bukanlah persoalan yang sulit. Karena langkah manusia pada berbuat jahat adalah langkah yang sesuai dengan pilihannya sendiri dan tidak ada seorangpun yang mengacungkan pedang di depannya dan mengatakan : “Lakukanlah perbuatan munkar itu”, akan tetapi dia melakukannya atas pilihannya sendiri. Allah telah berfirman.
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
“Sesungguhnya Aku telah memberi petunjuk kepadanya pada jalan (yang benar), maka adakalanya dia bersyukur dan adakalanya dia kufur” [Al-Insan/76 : 3]
Maka baik kepada mereka yang bersyukur maupun yang kufur, Allah telah menunjukkan dan menjelaskan tentang jalan (yang benar). Akan tetapi sebagian manusia ada yang memilih jalan tersebut dan sebagian lagi ada yang tidak memilihnya. Penjelasan (Allah) tersebut pertama dengan Ilzam (keharusan/kepastia logis) dan kedua dengan Bayan (penjelasan).
Dalam hal Ilzam, maka kita dapat mengatakan kepada seseorang : Amal duniawi dan amal ukhrawimu sebenarnya sama dan seharusnya anda memperlakukan keduanya secara sama. Sebagai hal yang maklum adalah apabila ditawarkan kepadamu dua pekerjaan duaniawi yang telah direncanakan.
Yang pertama kamu yakini mengandung kabaikan untuk dirimu dan yang kedua merugikan dirimu. Maka pastilah anda akan memilih pekerjaan pertama yang merupakan pekerjaan terbaik dari dua rencana di atas dan tidak mungkin anda memilih pekerjaan kedua, yang merupakan pilihan terburuk lalu anda mengatakan : “Qadar (Allah) telah menetapkan saya padanya (piliha kedua).
Dengan demikian, apa yang telah anda tetapkan dalam menempuh jalan dunia semestinya anda lakukan dalam menempuh jalan ukhrawi. Kita dapat mengatakan : Allah telah menawarkan di hadapanmu dua amal akhirat, yaitu amal buruk yang berupa amal-amal yang menyalahi syara’ dan amal shalih yang berupa amal-amal yang sesuai dengan syara’.
Maka apabila dalam berbagai pekerjaan duniawi anda memilih perbuatan yang baik, mengapa anda tidak memilih amal baik dalam amal akhirat. Karena itu, seharusnya anda memilih amal baik di dalam mencari akhirat sebagaimana anda harus memilih pekerjaan baik dalam mencari dunia. Inilah cara Ilzam.
Adapun cara Bayan, maka kita dapat mengatakan bahwa kita semua tidak tahu apa yang telah ditakdirkan Allah kepada kita. Allah berfirman.
وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا
“Setiap diri tidak mengetahui apa yang akan dia kerjakan besok” [Luqman/31 : 34]
Maka ketika seseorang melakukan suatu perbuatan, berarti dia melakukannya atas pilihannya sendiri dan bukan karena mengetahui bahwa Allah telah mentakdirkan perbuatan tersebut kepadanya. Oleh karena itu, sebagian ulama’ mengatakan : “Sesungguhnya Qadar itu rahasia yang tertutup”. Dan kita semua tidak pernah mengetahui bahwa Allah telah mentakdirkan begitu, kecuali bila perbuatan tersebut telah terjadi.
Dengan demikian, ketika kita melakukan sesuatu perbuatan, maka bukan berarti kita melakukannya atas dasar bahwa perbuatan tersebut telah ditetapkan bagi kita. Akan tetapi kita melakukannya berdasarkan pilihan kita sendiri dan ketika telah terjadi maka kita baru tahu bahwa Allah telah mentakdirkannya untuk kita.
Oleh karena itu, manusia tidak bisa beralasan dengan takdir kecuali setelah terjadinya perbuatan tersebut. Disebutkan dari Amirul Mu’minin, Umar bin Kahtthab, sebuah kisah (mungkin benar dari beliau mungkin tidak) bahwa seorang pencuri yang telah memenuhi syarat potong tangan dilaporkan kepada beliau. Ketika Umar menyuruh untuk memotong tangannya, dia mengatakan : “Tunggu dulu hai Amirul Mu’minin, demi Allah aku tidak mencuri itu kecuali karena Qadar Allah”. Umar mengatakan : “Aku tidak akan memotong tanganmu kecuali karena Qadar Allah”.
Maka Umar berargumentasi dengan argumentasi yang digunakan pencuri tersebut tentang kasus pencurian terhadap harta orang-orang Islam. Padahal Umar bisa berargumentasi dengan Qadar dan Syari’at, karena beliau diperintahkan untuk memotong tangannya. Adapun dalam kasus tersebut, beliau berargumentasi dengan Qadar karena argumentasi tersebut lebih tepat mengenai sasaran.
Berdasarkan hal itu, maka seseorang tidak lagi berargumentasi dengan Qadar untuk berbuat ma’siyat kepada Allah dan dalam kenyataannya dia memang tidak punya alasan dalam hal di atas. Allah berfirman.
رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ
“(Aku telah mengutus) para rasul yang membawa berita gembira dan memberi peringatan agar manusia tidak punya alasan/argumentasi kepada Allah setelah adanya para rasul” [An-Nisa/4 : 165]
Sementara semua amal manusia, setelah datangnya para rasul, tetap terjadi atas Qadar Allah. Walaupun Qadar bisa dijadikan argumentasi akan tetapi selalu bersama-sama dengan terutusnya para rasul selamanya. Dengan demikian jelas bahwa tidak layak berbuat ma’siyat dengan alasan Qadha’ dan Qadar Allah, karena dia tidak dipaksa untuk melakukannya.
Semoga Allah memberi Taufiq.