mascipoldotcom – Kamis, 24 September 2020 (07 Safar 1442 H
SAMARINDA – Dalam rangka melatih prajurit dalam pembinaan satuan dibidang latihan, baik latihan perorangan maupun latihan tingkat satuan maka Korem 091/ASN menyelenggarakan Latihan Tingkat Batalyon (Latisyon) yang dibuka secara langsung oleh Komandan Korem 091/ASN Brigjen TNI Cahyo Suryo Putro, S.I.P. M.Si di Lapangan Sepak Bola Makoyonif 611/Awl Jln. Soekarno Hatta KM. 2,5 Loa Janan, Kutai Kartanegara dengan menerapkan sesuai protocol kesehatan. Kamis, (24/09/2020).
Dalam Sambutan yang dibacakan Komandan Latihan (Danlat) Brigjen TNI Cahyo Suryo Putro, S.I.P. M.Si menuturkan, Yonif 611/Awl sebagai satuan tempur dibawah langsung Korem 091/ASN dituntut untuk selalu siap operasi dan digerakan dalam rangka menghadapi perkembangan situasi dan kontinjensi yang terjadi diwilayah Kaltim maupun seluruh wilayah NKRI.
Untuk meningkatkan dan memelihara kemampuan baik perorangan maupun satuan maka di selenggarakan Latihan Taktis Tingkat Batalyon (Latisyon) yang diharapkan dapat mengantarkan pada standar kemampuan operasional sebagai Satuan Tempur yang handal dan terlatih.
Dalam simulasi latihan, Batalyon Infanteri 611/Awl melaksanakan operasi lawan gerilya di wilayah Kaltim dalam rangka mendukung tugas poko Kodam VI/Mlw. Agar latihan dapat berjalan dengan baik serta dapat tercapai sasaran latihan yang sudah ditentukan dalam direktif latihan, maka setiap prajurit dituntut untuk mampu mengaplikasikan teknik dan taktik.
Diharapkan dengan mekanisme latihan yang sudah direncanakan dan dipersiapkan oleh Korem 091/ASN selaku penyelenggara Lattis ini dapat bermanfaat untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesiapan dan profesionalisme personel Yonif 611/Awl sebagai Satuan Tempur Korem 091/ASN, pungkasnya. Sumber Penrem 091/ASN/Akhmad Magazen
————-
Renungan
Dosa Lari Dari Medan Perang
Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Berharap bertemu musuh merupakan hal terlarang bagi kaum Muslimin, oleh karena itu hendaklah mereka selalu memohon kepada Allâh Azza wa Jalla agar diselamatkan darinya. Namun jika kaum Muslimin ditakdirkan bertemu musuh, maka ia wajib bersabar dan tidak boleh lari dari medan perang. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ لَا تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ وَسَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا وَاعْلَمُوا أَنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ ظِلَالِ السُّيُوفِ
Wahai manusia, janganlah kamu mengharapkan bertemu musuh, tetapi mohonlah keselamatan kepada Allâh. Jika kamu bertemu musuh, maka bersabarlah dan ketahuilah bahwa sorga itu di bawah naungan pedang. [HR. Bukhari, no. 3024; Muslim, no. 1742]
Dan lari dari medan perang termasuk tujuh dosa yang membinasakan. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه و سلم قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau bersabda: “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya: “Wahai Rasûlullâh, apakah itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Syirik kepada Allâh; sihir; membunuh jiwa yang Allâh haramkan kecuali dengan haq; memakan riba; memakan harta anak yatim; berpaling dari perang yang berkecamuk; menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. [Hadits Shahih Riwayat al-Bukhâri, no: 3456; Muslim, no: 2669]
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsamin rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memandangnya (yaitu lari dari medan perang) termasuk dosa-dosa yang membinasakan karena hal itu akan melemahkan kaum Muslimin dan semakin menguatkan orang-orang kafir.
Orang-orang Mukmin melemah, karena sebagaimana telah diketahui bersama bahwa jika ada satu orang meninggalkan barisan (perang), hati mereka akan menjadi kecewa dan itu melemahkan mereka; Sedangkan kekuatan orang-orang kafir bertambah, karena orang-orang kafir akan mengatakan, ‘Ini adalah awal kekalahan mereka, ayo serang mereka!’, sehingga orang-orang kafir terus menyerang kaum Muslimin. Oleh karena itu lari dari medan perang merupakan dosa besar”. [Syarhul Kabâir lil Imam Ibni ‘Utsaimin, hlm. 122, penerbit: Darut Tauqifiyyah lit Turats, Kairo]
ANCAMAN BERAT
Karena begitu besar akibat yang akan ditimbulkan oleh sikap lari dari medan perang, maka Allâh Azza wa Jalla memberikan ancaman berat terhadap pelakunya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ ﴿١٥﴾ وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَىٰ فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allâh, dan tempatnya ialah neraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya [Al-Anfâl/8:15-16]
Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla mengancam dengan dua ancaman berat bagi orang yang lari dari medan perang tanpa alasan yang dibenarkan. Dua ancaman tersebut adalah:
1. Mendapatkan murka Allâh Azza wa Jalla
2. Tempatnya adalah neraka.
Msekipun perbuatan ini adalah perbuatan dosa besar dan pelakunya terancam akan dimasukkan ke neraka, namun bukan berarti pelakunya kafir dan akan kekal di neraka.
LARI DARI MEDAN PERANG YANG TIDAK TERMASUK DOSA
Dalam ayat di atas Allâh Azza wa Jalla mengecualikan bentuk lari dari medan perang yang tidak terkena ancaman, yaitu:
إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَىٰ فِئَةٍ
… kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain. [Al-Anfâl/8:16]
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsamin rahimahullah berkata, “Allâh Azza wa Jalla mengecualikan dalam dua keadaan:
1. Berbelok untuk (siasat) perang, yaitu mempersiapkan diri untuk berperang. Seperti orang yang berbelok untuk membenahi keadaannya atau mempersiapkan senjata, termasuk berbelok ke tempat lain yang menjadi arah kedatangan serangan musuh. Ini tidak disebut berpaling, tetapi bersiap-siap.
2. Menggabungkan diri dengan pasukan lain. Seperti jika sekelompok pasukan Muslimin terkepung, dan kemungkinan akan bisa dihancurkan oleh musuh, maka sebagian tentara (yang sedang berperang ditempat lain) boleh mundur untuk (bergabung ke pasukan yang sedang terkepung tersebut untuk) menyelamatkan mereka. Ini diperbolehkan karena keadaan mendesak, dengan syarat tidak membahayakan tentara (yang sedang berperang ditempat lain itu).
Jika hal itu akan membahayakan tentara (yang sedang berperang), dan banyak tentara yang mundur dan bergabung kepada sekelompok pasukan yang terkepung itu, sehingga melemahkan kekuatan tentara (yang sedang berperang ditempat lain tersebut) dan menyebabkan kekalahan di hadapan musuh, maka itu tidak boleh. Karena bahaya (yang mengancam tentara yang sedang berperang) itu sesuatu yang pasti, sedangkan (keberhasilan) usaha menyelamatkan pasukan yang terkepung itu tidak pasti, maka itu tidak boleh, karena tujuan (perang) adalah untuk memenangkan agama Allâh, sementara dalam perbuatan tersebut akan menghinakan agama Allâh. Kecuali jika jumlah (tentara) orang-orang kafir lebih dari dua kali lipat (tentara) Muslimin, waktu itu boleh lari dari peperangan berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla :
الْآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا ۚ فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
Sekarang Allâh telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allâh. Dan Allâh beserta orang-orang yang sabar. [Al-Anfâl/8:66]
Atau tentara kafir memiliki kekuatan yang tidak mungkin dilawan oleh kaum Muslimin, seperti pesawat-pesawat (tempur), sedangkan kaum Muslimin tidak memiliki roket untuk melawannya. Jika diketahui bahwa bertahan akan menyebabkan kehancuran dan kekalahan kaum Muslimin, maka mereka tidak boleh bertahan, karena hal itu berarti mereka membahayakan diri mereka sendiri.” [Syarhul Kabâir lil Imam Ibnu ‘Utsamin, hlm. 122-123, penerbit: Darut Tauqifiyyah lit Turats, Kairo]
Kesimpulannya, bahwa lari dari medan perang merupakan dosa-dosa yang membianasakan, kecuali dalam keaaan tertentu yang dibolehkan, wallahul Musta’an.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus 07/Tahun XVIII/1435H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57773 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]