Pringsewu,
Tangkal munculnya radikalisme di pondok pesantren, Satgas Operasi Bina Waspada Krakatau Polres Pringsewu Polda lampung, yang dipimpin Kaur Bin Ops (KBO) Sat Binmas Iptu Eko Sujarwo, SH, M.Si, menggelar silaturahmi ke Pondok Pesantren Al-Hidayah, Pekon Pamenang, Pagelaran, Pringsewu,Selasa (6/6/2023).
KBO Sat Binmas, Iptu Eko Sujarwo, menyampaikan pentingnya sinergi antara Kepolisian dengan semua elemen masyarakat terutama dengan pondok pesantren dalam menangkal munculnya benih radikalisme.
Pondok Pesantren merupakan bentang dan garda terdepan dalam menangkal munculnya benih paham radikalisme. Karena saat ini para terorisme tengah gencar mendoktrin kaum muda dengan motif jihad di jalan agama.
“Terlebih belum lama ini tim dari Densus 88 Polri telah melakukan penindakan terhadap terduga pelaku teroris diwilayah Pringsewu. Itu membuktikan bahwa paham radikalisme dan terorisme itu nyata dan masuk di golongan mana saja.
Banyak motif yang digunakan untuk merayu dan mendoktrin kaum muda untuk memasukkan paham radikalisme, salah satunya motif agama.
Oleh karena itu, ungkap Eko, peran kiai dan ustad dalam pondok pesantren sangat penting dan central dalam menanamkan ilmu agama yang dipadukan dengan rasa nasionalisme kepada santri-santrinya.
“Sehingga bisa mencegah masuknya faham radikalisme di kalangan pesantren,” bebernya
Eko berharap, dengan silaturahim ini bisa lebih merekatkan hubungan antara Polri dengan seluruh elemen masyarakat, terutama tokoh tokoh agama.
“Juga saling bersinergi dalam memerangi paham radikalisme serta mencegah terjadinya terorisme yang mengancam kedaulatan dan memecah belah bangsa Indonesia.” Jelasnya.
Ustaz Muhammad Amrudin, LC, pengasuh ponpes Alhidayah menegaskan, pihaknya siap bersinergi dengan pemerintah dan pihak kepolisian dalam rangka menghindari isu SARA, penyebaran berita hoax, ujaran kebencian, serta paham-paham radikalisme dan terorisme.
“Ponpes Al-Hidayah Kabupaten Pringsewu tentunya selalu mendukung pemerintah dalam menangkal masuknya paham radikalisme, terorisme, dan anti pancasila.( red )
Ayat yang Melarang Terorisme
Dalam hukum Islam, siapa saja yang melakukan teror dan menakut-nakuti orang lain, ia akan dikenakan hukuman yang berat. Mereka inilah yang disebut dengan orang berbuat kerusakan di muka bumi seperti halnya para penyamun atau tukang begal. Mereka akan dikenai hukuman yang berat supaya tindakan jahat tidak lagi berulang, juga untuk menjaga harta, darah dan kehormatan orang lain. Tentang orang semacam ini disebutkan dalam ayat,
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. Al Maidah: 33).
Ingat pula bahwa Islam melarang membunuh orang lain, bahkan jika satu nyawa dibunuh tanpa alasan yang benar, berarti ia telah membunuh manusia seluruhnya. Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS. Al Maidah: 32). Kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di dalam Taisir Al Karimir Rahman bahwa ayat ini juga ditujukan para para tukang begal atau penyamun yang mengancam membunuh atau merampas harta orang lain dengan cara paksa.
Dua ayat di atas menunjukkan bahwa meneror atau tindakan terorisme terlarang dalam Islam.
Hadits yang Melarang Terorisme
Dalam Islam, meneror atau menakut-nakuti orang lain walau bercanda atau sekedar lelucon saja dilarang.
Dari ‘Abdullah bin As Sa’ib bin Yazid, dari bapaknya, dari kakeknya, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا
“Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.” (HR. Abu Daud no. 5003 dan Tirmidzi no. 2160. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih). Dalam riwayat lain disebutkan,
وَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا
“Siapa yang mengambil tongkat saudaranya, hendaklah ia mengembalikannya” (HR. Abu Daud no. 5003)
Dalam ‘Aunul Ma’bud (13: 250-251) karya Al ‘Azhim Abadi terdapat pernyataan, “Kalau mengambil barang orang lain bukan dalam rangka bercanda jelas terlarang karena termasuk dalam kategori mencuri. Adapun jika mengambilnya sebagai candaan saja, seperti itu tidak bermanfaat. Bahkan hal itu hanya menimbulkan kemarahan dan menyakiti orang yang empunya barang.”
Dalam hadits disebutkan bahwa yang diambil dan disembunyikan adalah sebuah tongkat. Barang tersebut dianggap sebagai barang yang tafih (sepele atau bukan sesuatu yang amat berharga). Namun jika menyembunyikan yang sepele seperti ini saja tidak boleh walau bercanda, apalagi yang lebih berharga dari itu. Demikian penjelasan dalam Tuhfatul Ahwadzi, 6: 380.
Meneror atau menakut-nakuti orang lain itu termasuk berbuat dosa. Pernah di antara sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama beliau, lalu ada seseorang di antara mereka yang tertidur dan sebagian mereka menuju tali yang dimiliki orang tersebut dan mengambilnya. Lalu orang yang punya tali tersebut khawatir (takut). Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
“Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Daud no. 5004 dan Ahmad 5: 362. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Al Munawi menyatakan bahwa jika dilakukan dengan bercanda tetap terlarang karena seperti itu menyakiti orang lain. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 13: 251.