Polda Metro Jaya Mencatat Sepanjang Oktober Ada 5 Kasus Begal Pesepeda

mascipoldotcom – Jum’at, 30 Oktober 2020 (13 Robiul Awal 1442 H)

Jakarta – Aksi begal sepeda kini marak terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Terbaru kasus pembegalan ini menimpa seorang Perwira Marinir Kolonel Pangestu Widiatmoko.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan selama bulan Oktober 2020 pihaknya menerima beberapa laporan.

“Yang melapor Oktober saja ada sekitar 5 kasus. Ini kita dalami dan ada 1 kasus yang sudah ditangkap,” kata Kombes Pol Yusri, Kamis (29/10/2020).

Kombes Pol Yusri juga menyebut salah satu kasus yang tersangkanya sudah ditangkap itu mengaku sudah melakukan aksi pembegalan sepeda lebih dari 5 kali.

“Dari pengakuan yang bersangkutan, dia ini sudah melakukan aksi pembegalan sepeda sebanyak 7 kali,” ucap Kombes Pol Yusri.

KombesPol Yusri juga meminta kepada masyarakat yang menjadi korban pembegalan sepeda agar melapor ke polisi. Hal itu akan membantu proses penyelidikan dalam rangka mengejar para pelakunya. (Muhairo)

——————

Renungan

GHASHB (MERAMPAS HARTA ORANG LAIN)

Oleh Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

Definisi Ghashb

Ghashb yaitu merampas hak orang dengan cara yang tidak dibenarkan.

Hukum Ghashb

Ghashb adalah perbuatan zhalim dan kezhaliman adalah kegelapan di hari Kiamat.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ مُهْطِعِينَ مُقْنِعِي رُءُوسِهِمْ لَا يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ ۖ وَأَفْئِدَتُهُمْ هَوَاءٌ

“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Mereka datang bergegas-gegas dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” [Ibrahim: 42-43]

Dan juga firman-Nya Ta’ala:

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil…” [Al-Baqarah: 188]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam khutbatul Wada’:

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا فِي شَهْرِكُمْ هذَا فِي بَلَدِكُمْ هذَا.

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian haram atas kalian, sebagaimana haramnya hari kalian ini, pada bulan kalian ini dan di negeri kalian ini.” [1]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِيْنَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَسْرِقُ حِيْنَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَنْتَهِبُ نُهْبَةً يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ.

“Tidaklah seseorang berzina ketika berzina dalam keadaan beriman, dan tidaklah seseorang minum khamr ketika meminumnya dalam keadaan beriman, dan tidaklah seseorang mencuri ketika mencuri dalam keadaan beriman dan tidaklah seseorang merampas suatu rampasan yang mana orang-orang mengangkat pandangan kepadanya ketika ia merampasnya dalam keadaan beriman.’” [2]

Haram Memanfaatkan Barang Yang Dirampas

Haram bagi orang yang merampas (ghashib) memanfaatkan barang rampasannya (maghshub), dan ia wajib untuk mengem-balikannya.

Dari ‘Abdullah bin as-Sa-ib bin Zaid, dari ayahnya, dari kakeknya Radhiyallahu anhum bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَأْخُذََ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا وَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا.

“Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, tidak dengan main-main tidak pula sungguhan, barangsiapa mengambil tongkat saudaranya hendaklah ia mengembalikannya.” [3]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْئٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنَ دِيْتَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلِمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ.

“Barangsiapa berbuat zhalim kepada saudaranya dalam kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia meminta kehalalannya pada hari ini (di dunia) sebelum (datang hari) yang tidak ada Dinar tidak pula Dirham. Apabila ia mempunyai amalan shalih, maka akan diambil darinya sekadar kezhalimannya dan apabila ia tidak mempunyai kebaikan, maka akan diambil dari kejelekan orang yang dizhalimi kemudian ditimpakan kepadanya.’” [4]

Orang Yang Terbunuh Karena Mempertahankan Hartanya Adalah Syahid

Seseorang dibolehkan untuk membela dirinya dan hartanya jika ada orang yang ingin membunuh atau mengambil hartanya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Seseorang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata:

يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ جَاءَ رَجُلٌ يُرِيدُ أَخْذَ مَالِي؟ قَالَ: فَلاَ تُعْطِهِ مَالَكَ، قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ قَاتَلَنِي؟ قَالَ: قَاتِلْهُ، قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلَنِي؟ قَالَ: فَأَنْتَ شَهِيدٌ، قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلْتُهُ؟ قَالَ: هُوَ فِي النَّارِ.

“Wahai Rasulullah, apakah pendapatmu jika seseorang datang ingin mengambil hartaku?’ Beliau menjawab, ‘Jangan engkau berikan.’ Ia berkata, ‘Apa pendapatmu jika ia memerangiku?’ Beliau menjawab, ‘Perangilah ia.’ Ia berkata, ‘Apa pendapatmu jika ia membunuhku?’ Beliau menjawab, ‘Maka engkau syahid.’ Ia berkata, ‘Apa pendapatmu jika aku yang membunuhnya?’ Beliau menjawab, ‘Dia di Neraka.’” [5]

Merampas Tanah

Dari Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ ظَلَمَ مِنَ اْلأَرْضِ شَيْئًا طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ.

“Barangsiapa mengambil sedikit tanah dengan cara yang zhalim, maka (Allah) akan mengalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi.’” [6]

Dari Salim dari ayahnya Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَخَذَ مِنَ اْلأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى سَبْعِ أَرَضِيْنَ.

“Barangsiapa yang mengambil tanah sedikit saja dengan cara yang tidak dibenarkan, maka ia dibenamkan ke dalam tanah tersebut pada hari Kiamat hingga tujuh lapis bumi.’”[7]

Barangsiapa Merampas Tanah Lalu Ia Menanaminya Atau Membangun Di Atasnya, Maka Ia Diharuskan Mencabut Tanamannya Dan Menghancurkan Bangunannya
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

َلَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ.

“Tidak ada hak bagi keringat orang yang zhalim.” [8]

Apabila ia mengolahnya, maka ia mengambil nafkahnya dan tanamannya bagi orang yang memiliki (tanah):

Dari Rafi’ bin Khudaij bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ زَرَعَ فِي أَرْضِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ فَلَيْسَ لَهُ مِنَ الزَّرْعِ شَيْءٌ وَلَهُ نَفَقَتُهُ.

“Barangsiapa menanam di atas tanah suatu kaum tanpa seizin mereka, maka ia tidak memiliki apa pun dari tanaman itu, namun ia mendapatkan nafkahnya.” [9]

[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]
_______

Footnote

[1]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 2068)].
[2]. Muttafaq ‘alaih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7707)].
[3]. Hasan: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7578)], Sunan Abi Dawud (XIII/346, no. 4982) dan ini adalah lafazhnya, Sunan at-Tirmidzi (III/313, no. 2249) dan lafazhnya:

لاَ يَأْخُذْ أَحَدُكُمْ عَصَا أَخِيْهِ.

“Janganlah salah seorang dari kalian mengambil tongkat saudaranya.”
[4]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6511)], Shahiih al-Bukhari (V/101, no. 2449), Sunan at-Tirmidzi (IV/36, no. 2534), dengan maknanya.
[5]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 1086)], Shahiih Muslim (I/124, no. 140), Sunan an-Nasa-i (VII/114)
[6]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (V/103, no. 2452), Shahiih Muslim (III/ 1230, no. 1610)
[7]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6385)], Shahiih al-Bukhari (V/103, no. 2454)
[8]. Shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 1113)], Sunan at-Tirmidzi (II/419, no. 1394), al-Baihaqi (VI/142)
[9]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6272)], Sunan at-Tirmidzi (II/410, no. 1378), Sunan Ibni Majah (II/824, no. 2466)