mascipoldotcom, Sabtu, 14 Nopember 2020 (28 Rabi’ul Awwal 1442 H)
SERANG – Nur Fathkuh Sholeh, anak dari seorang Security di salah satu perusahaan swasta di Kabupaten Tangerang lulus menjadi calon Bintara Polri tahun anggaran 2020.
Nur Fathkuh Sholeh merupakan calon siswa Bintara Polri tahun anggaran 2020 yang lulus dengan peringkat 1 dari 189 calon siswa.
Saat ditemui, Nur Fathkuh Sholeh mengatakan bahwa ia tak menyangka dapat lulus menjadi calon anggota Polri dan mewujudkan cita-citanya sejak kecil itu.
Pasalnya Anak sulung dari dua bersaudara pasangan Warso Santoso (48) dan Yulaipah (48) itu hanya sekali mendaftar dan langsung lulus tes.
Ia menegaskan bahwa ia dan keluarga tak mengeluarkan uang sepeserpun untuk masuk mendaftar polisi.
“Saya ingin menjadi polisi itu karena ingin membahagiakan orang tua saya, karena orang tua saya itu orang yang tidak mampu, dan saat pendaftaran ini saya tidak mengeluarkan uang sama sekali.” ujar Nur Fathkuh. Sabtu, (14/11/2020) dini hari.
Nur Fathkuh menceritakan bahwa sebelum mendaftarkan diri menjadi polisi di Polresta Tangerang, ia sempat bekerja untuk membantu orang tua.
“Saya lulusan SMK pada tahun 2018, dan saya juga pernah mengikuti tes STAN namun gagal. Karena pas tamat sekolah itu saya memang berniat untuk melanjutkan sekolah yang siap bekerja agar bisa membantu perekonomian orang tua. Namun karna gagal, saya bekerja di PT Mitsuba Jatiuwung Tangerang selama 8 bulan sambil menunggu adanya penerimaan anggota Bintara Polri,” ucap Nur Fathkuh.
“Dan pas adanya pembukaan penerimaan calon Bintara Polri, saya mendaftarkan diri dan Alhamdulillah saya bisa lulus,” lanjutnya.
Ia mengaku tak ada persiapan khusus saat hendak mengikuti seleksi pendaftaran anggota Bintara Polri tersebut.
“Tidak ada persiapan khusus, Saya itu hanya menyiapkan fisik, belajar yang tekun dan berdoa. Karena saya tau saya ini hanya anak seorang security, dan Alhamdulillah saya lulus tanpa ada bayar sepeserpun. Karena menjadi Polisi itu benar-benar gratis,” jelas Nur Fathkuh.
Sementara itu, Warso Santoso bapak dari Nur Fathkuh Sholeh mengatakan bahwa ia sangat bangga dengan anak sulungnya yang bisa lulus pendidikan Bintara Polisi itu.
“Alhamdulillah saya sangat bangga sekali anak saya bisa lulus dengan peringkat yang 1, saya benar-benar terharu,” katanya.
Ia mengaku tak menyangka bahwa sang putra bisa menjadi anggota polisi tanpa harus membayar ratusan juta seperti desas desus selama ini.
“Selama ini saya dengar bahwa masuk Polisi itu bayar, namun saya sudah mengalaminya sendiri bahwa semua itu gratis. Apalagi saya lihat proses seleksinya benar-benar transparan,” jelasnya.
Tak banyak yang mampu di ungkapkan oleh kedua orang tua Nur Fathkuh Sholeh, Warso Santoso hanya berpesan kepada sang putra agar selalu menjaga amanah yang telah diberikan kepadanya.
“Paling pesan saya agar mengikuti pendidikan dengan baik dan tetap semangat. Agar nantinya bisa menjadi pengayom bagi masyarakat,” imbuhnya.
Ditempat yang terpisah, Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi mengucapkan selamat kepada Calon Siswa Bintara Polri yang lulus.
“Saya mengucapkan selamat kepada seluruh casis Bintara Polri yang telah lulus. Dan buat yang belum lulus jangan putus aja. Tetap semangat, karena tahun depan masih ada kesempatan.” kata Edy Sumardi.
Edy Sumardi menekankan bahwa masuk Polri benar-benar tidak adanya pemungutan.
“Kita dalam penerimaan anggota Polri benar-benar transparan, tidak ada pemungutan. Semua orang bisa berpeluang menjadi anggota Polri karena masuk Polisi itu gratis,” ujar Edy Sumardi.
“Seperti Nur Fathkuh Sholeh, dia anak seorang security bisa lulus, tanpa bayar loh. Karena dia benar-benar sudah mempersiapkan diri. Untuk itu, buat putra putri terbaik Indonesia yang ingin bergabung menjadi anggota Polri silahkan kalian mempersiapkan diri, tetap semangat supaya tahun depan bisa mengikuti tes anggota Polri lagi” tutup Edy Sumardi. (Kombes Pol Edy Sumardi Kabid Humas Polda Banten)
———–
Renungan
KEUTAMAAN SUJUD DAN MEMPERBANYAK DO’A DI DALAMNYA
Oleh Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni MA
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ رواه مسلم
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sedekat-dekatnya seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika dia sedang sujud, maka perbanyaklah doa [HSR. Muslim, no. 482]
Hadits agung ini menunjukkan keutamaan dan tingginya kedudukan sujud dalam shalat[1], serta keutamaan memperbanyak do’a di dalamnya, karena waktu sujud adalah saat yang dijanjikan pengabulan doa padanya.[2]
Dalam hadits lain dari ‘Abdullah bin ‘Abbâs Radhiyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun (di waktu) sujud maka bersungguh-sungguhlah untuk berdo’a padanya, karena pantas untuk dikabulkan doamu (pada waktu itu)”[3].
Beberapa Faidah Penting Yang Dapat Kita Petik Dari Hadits ini:
1. Keutamaan sujud yang agung ini dikarenakan sujud merupakan sikap merendahkan diri yang utuh dan ‘ubudiyah (penghambaan diri) yang sempurna kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Juga pada saat ini seorang hamba meletakkan dan menempelkan anggota tubuhnya yang paling mulia dan yang paling tinggi, yaitu wajahnya ke permukaan tanah yang selalu diinjak dan dihinakan, dalam rangka beribadah dan merendahkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla .[4]
2. Karena besarnya keutamaan ini, maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam paling sering dan paling banyak berdoa pada waktu sujud dalam shalat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebagaimana penjelasan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dan Imam Ibnu Hajar rahimahullah.[5]
3. Memperbanyak doa dalam sujud dilakukan setelah membaca dzikir yang khusus bagi sujud, karena ini merupakan kewajiban dalam shalat.[6]
4. Keutamaan yang disebutkan dalam hadits ini berlaku untuk semua sujud dalam shalat dan tidak hanya untuk sujud terakhir saja, sebagaimana yang disangka dan dipraktekkan oleh sebagian dari kaum Muslimin.[7]
5. Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat dalil yang mendukung pendapat yang mengatakan bahwa sujud lebih utama dari pada berdiri (ketika shalat) dan rukun-rukun shalat lainnya.”[8]
6. Makna kedekatan Allâh Azza wa Jalla dengan hamba-Nya yang disebutkan dalam hadits ini adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah, “Ketahuilah bahwa (sifat) ‘kedekatan’ Allâh Subhanahu wa Ta’ala ada dua macam: umum dan khusus. ‘Kedekatan’ Allâh Azza wa Jalla yang (bersifat) umum (artinya) kedekatan-Nya dengan semua makhluk-Nya, dengan ilmu-Nya. Inilah yang dimaksud dalam firman-Nya Azza wa Jalla :
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya [Qâf/50:16].
Dan ‘Kedekatan’ Allâh Azza wa Jalla yang (bersifat) khusus yaitu kedekatan-Nya dengan para hamba-Nya yang beribadah kepada-Nya (dengan menerima ibadah mereka dan memberikan ganjaran pahala yang terbaik), dengan para hamba yang berdoa kepada-Nya dengan mengabulkan permohonan mereka, dan dengan para hamba yang mencintai-Nya (dengan memuliakan dan merahmati mereka). Inilah yang dimaksud dalam firman-Nya Azza wa Jalla:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
Dan apabila para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku maha dekat. Aku akan mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku [Al-Baqarah/2:186].
Kedekatan Allâh ini mengandung arti kelembutan-Nya (limpahan kebaikan dari-Nya), pengabulan-Nya terhadap doa mereka dan pemenuhan-Nya terhadap segala keinginan mereka. Oleh karena itu, nama-Nya al-Qarîb (yang maha dekat) digandengkan-Nya dengan nama-Nya al-Mujîb [9] (yang maha mengabulkan doa).[10]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XX/1437H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1] Lihat kitab Syarhu Shahîh Muslim, 4/206.
[2] Lihat kitab Fat-hul Bâri, 2/300 dan 2/491;’Aunul Ma’bûd, 3/90 dan Faidhul Qadîr, 2/68
[3] HSR. Muslim, no. 479
[4] Lihat kitab Syarhu Shahîh Muslim, 4/206.
[5] Dalam kitab Zâdul Ma’âd, 1/247 dan Fat-hul Bâri, 11/132
[6] Lihat kitab Majmû’ Fatâwâ wa Rasâ-il Syaikh Ibni ‘Utsaimin, 13/157
[7] Lihat kitab Syarh Shahîh Muslim, 4/206
[8] Lihat kitab Syarh Shahîh Muslim, 4/200
[9] Dalam firman Allah k Surat Hûd ayat ke-61
[10] Kitab Taisîrul Karîmirrahmân, hlm. 384