Melalui Forkopimda Kukar Presiden Jokowi Berikan Santunan Kepada Anak Yatim Piatu akibat Covid 19 1

Melalui Forkopimda Kukar, Presiden Jokowi Berikan Santunan Kepada Anak Yatim Piatu akibat Covid-19

mascipoldotcom, Rabu, 28 Juli 2021 (18 Dzulhijjah 1442 H)

Kutai Kartanegara – Bupati Kukar Drs Edy Damansyah bersama Komandan Kodim 0906/Kutai Kartanegara (Kkr) Letkol Inf Charles Alling dan Kapolres Kukar AKBP Arwin Amrih Weintama menyalurkan santunan dari Presiden RI Ir. Joko Widodo kepada empat anak dari almarhum Ali Husni dan almarhumah Deasy Setiawati yang meninggal akibat Covid-19. Rabu, (28/02/2021).

Melalui telekomunikasi video call, Presiden RI Ir. Joko Widodo menyerahkan santunan kepada Arga (13) dan Ayra (4) di kediaman rumah orang tua almarhum di Jalan Tenis Lapangan Gang Stadion 2 Rt. 15 no. 54 kelurahan Panji kecamatan Tenggarong, Kukar.

“Saya turut berduka cita dan mendoakan Arga beserta saudara-saudaranya yang telah ditinggal kedua orang tua agar menjadi orang-orang sukses, serta saya berpesan agar terus semangat dan rajin belajar. Saya berharap bantuan ini dapat di gunakan untuk keperluan sehari-hari”, pesan Presiden Joko Widodo.

Dalam kegiatan tersebut Bupati Kukar menyampaikan suatu kehormatan karena Bapak Presiden langsung berkomunikasi dengan anak almarhum dan beliau juga telah mentransfer bantuan secara langsung melalui Bank Kaltimtara ke rekening milik anak pertama dengan nominal Rp 25 juta, selain itu juga ada tambahan Rp 10 juta dari hamba Allah dan bantuan sepeda dari kami, ucap Bupati Kukar.

Arga yang merupakan anak kedua dari pasangan almarhum Ali Husni dan almarhumah Deasy Setiawati menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian dan bantuan kepada keluarga kami, ujarnya.

Menurut Dandim 0906/Kkr pemberian santunan ini merupakan salah satu upaya dalam memberikan perhatian serta motivasi kepada anak-anak yatim piatu akibat terpapar Covid-19. Sumber Dim 0906/Kukar (Murdianto)

————-

Renungan

KEUTAMAAN MENGUCAPKAN SALAM KEPADA SETIAP MUSLIM YANG DIKENAL MAUPUN TIDAK DIKENAL

Oleh Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni MA

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ؟ قَالَ : تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma bahwa ada seorang yang bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Apakah (amal dalam) Islam yang paling baik? Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Yaitu) kamu memberi makan (orang yang membutuhkan) dan mengucapkan salam kepada orang (Muslim) yang kamu kenal maupun tidak kamu kenal”[1].

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan mengucapkan salam kepada setiap Muslim yang dikenal maupun tidak dikenal, karena ini termasuk amal kebaikan yang paling utama dalam Islam dan sebab besar untuk masuk Surga, dengan taufik dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلا تُؤْمِنُونَ حَتَّى تَحَابُّوا أَفَلا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلامَ بَيْنكُم

Kalian tidak akan masuk Surga sampai kalian beriman (dengan benar) dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai (karena Allâh Azza wa Jalla ). Maukah kalian aku tunjukkan suatu amal yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai ? Sebarkan salam di antara kamu”[2].

Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat motivasi besar untuk mengucapkan dan menyebarkan salam kepada semua kaum Muslimin, yang kita kenal maupun tidak”[3].

Beberapa Mutiara Faidah Yang Dapat Kita Petik Dari Hadits Ini:

Makna yang terkandung dalam hadits ini adalah “Janganlah kamu mengkhususkan ucapan salam kepada orang tertentu karena kesombongan atau berpura-pura menampakkan kebaikan, tapi ucapkanlah salam dalam rangka mengagungkan syi’ar-syi’ar (lambang kemuliaan dan kebesaran) Islam dan mempertimbangkan persaudaraan sesama Muslim[4].

Mengkhususkan pengucapan salam hanya kepada orang yang dikenal adalah perbuatan buruk dan termasuk tanda-tanda datangnya hari Kiamat. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda hari Kiamat adalah jika salam diucapkan (hanya) kepada orang yang dikenal”. Dalam riwayat lain, “…seorang muslim mengucapkan salam kepada muslim lainnya, tidak lain karena dia mengenalnya”[5].

Mengucapkan salam kepada orang Muslim yang dikenal dan tidak dikenal menunjukkan keikhlasan karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala semata, sikap merendahkan diri dan sekaligus menyebarkan salam yang merupakan syi’ar Islam[6].

Yang dimaksud dengan mengucapkan salam kepada orang yang dikenal dan tidak dikenal dalam hadits ini adalah khusus hanya bagi orang-orang Muslim, berdasarkan penjelasan dari hadits-hadits shahih lainnya[7].

Dalam hadits ini juga terdapat keutamaan besar memberi makan kepada orang yang membutuhkannya, terutama orang-orang miskin, dengan niat ikhlas karena mengharapkan wajah Allâh Subhanahu wa Ta’ala semata-mata. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا ﴿٨﴾ إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

Dan mereka (orang-orang yang bertakwa) selalu memberikan makanan yang mereka sukai kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (Dan mereka berkata): Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan wajah Allâh, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih” [Al-Insȃn/76:8-9]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1] HSR. Al-Bukhâri, no. 12 dan 28 dan Muslim, no. 39
[2] HSR. Muslim, no. 54
[3] Kitab Syarhu Shahȋh Muslim, 2/36
[4] Lihat keterangan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bȃri, 1/56
[5] HR Ahmad, 1/387 dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabȋr, 9/297. Hadits ini dihukumi shahih oleh Syaikh al-Albani karena beberapa jalurnya yang saling menguatkan, dalam ash-Shahȋhah, no. 648
[6] Lihat keterangan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bȃri, 11/21
[7] Lihat keterangan Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bȃri (1/56) dan (11/21).