Ketum Komascipol Dan Ketua Yayasan Nur Alla Nur Dampingi Kapolres Metro Bekasi Dalam Rangka Sukseskan Program Vaksinisasi di SDIT Nur Alaa Nur Sumberjaya Tambun

Aksi Nyata DKI Jakarta Headline Jawa Barat Muhasabah

mascipoldotcom – Selasa, 11 Januari 2022 (8 Jumadil Akhir 1443 H)

Jakarta – Untuk mempercepat program vaksinasi khususnya bagi Anak Usia 6-11 Tahun, yang akan melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dapat berjalan lancar, aman dan nyaman di seluruh Indonesia, maka Polri melalui pengarahan Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. yang juga Kapolri meninjau dan menekankan agar Polri melaksanakan kegiatan vaksinasi serentak di seluruh Indonesia sekaligus Kapolri melaksanakan monitoring langsung melalui zoom meeting dari Metro Lampung.

Ketua Umum Komascipol (Komunitas Masyarakat Cinta Polri) Bagus Sujoko dan Ketua Yayasan Nur Alaa Nur ustadz Ainur hafizdohulloh terut serta mendampingi Kapolres Metro Bekasi Kombes Pol Gidion Arif Setyawan S.I.K., S.H., M.Hum. bersama PJU Polres Metro Bekasi, Irwasda, Kabid Dokkes Polda Metro Jaya dan Forkopimcam Kecamatan Tambun Selatan, mengikuti arahan Kapolri melalui zoom meeting vaksinasi serentak di SDIT Nur Alaa Nur, Selasa (11/21/2022).

Selanjutnya, usai mengikuti giat zoom meeting tersebut, Kapolres Metro Bekasi beserta rombongan dan didampingi oleh Forkopimcam Kecamatan Tambun Selatan beserta Ketua Umum Komascipol dan Ketua Yayasan Nur Alaa Nur Ustadz Ainur Hafizdohulloh, meninjau pelaksanaan kegiatan Vaksinasi yang dilaksanakan di SDIT Nur Alaa Nur Sumberjaya Tambun Selatan.

“Bahwa kita akan melakukan percepatan, karena kita tau pendidikan tatap muka sudah mulai di buka sehingga wajib bagi anak-anak untuk di vaksin. Dan melihat perkembangan situasi saat ini, virus varian baru Omicron sudah masuk ke wilayah Indonesia tentunya ini salah satu upaya kita bagaimana memutus dan menekan angka penyebaran Covid-19,” ucap Kombes Pol Gidion Arif Setyawan S.I.K., S.H., M.Hum.

Kapolres Metro Bekasi juga mengatakan, “Untuk saat ini vaksinasi untuk anak-anak sudah mencapai 84%, dan minggu depan akan di selesaikan secara cepat mencapai target 100% sehingga pada saat pendidikan tatap muka sudah melaksanakn protokol kesehatan, kepada masyarakat yang belum melaksanakan vaksin agar segera mendaftarkan diri ke puskesmas terdekat, karena ini salah satu upaya kita menekan penambahan angka covid-19 khususnya di wilayah Kabupaten Bekasi”. tutup Kapolres Metro Bekasi. (BS/Wati Ummu Arfi)

 

—————-

Renungan

BERLAKU ADIL KEPADA ANAK

Oleh Ustadz Anas Burhanuddin MA

Pertanyaan.

Dalam keluarga ada orang tua yg sangat menyayangi satu anak laki-laki daripada empat anak perempuan yang lain, sampai-sampai pada pemberian harta hibah sangat terlihat sekali perbedaannya sehingga menimbulkan rasa iri. Berdosakah orang tua tersebut ? Bagaimana seharusnya sikap anak?

Jawaban.

Semoga Allâh melindungi kita semua dari perkara-perkara yang menimbulkan murka Allâh Azza wa Jalla.

Tidak bisa dimungkiri bahwa kadang orang tua menyayangi sebagian anaknya lebih dari sebagian yang lain. Tidak masalah jika hal itu hanya sebatas perasaan sayang yang ada dalam hati, karena menyamaratakan semua anak dalam kasih sayang hati adalah sesuatu yang sulit, bahkan di luar kuasa manusia.

Adapun dalam perkara pemberian hibah, Islam menggariskan bahwa orang tua harus berbuat adil. Jika salah satu diberi, yang lain juga harus diberi bagian yang sama. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

اعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلادِكُمْ فِي النُّحْلِ، كَمَا تُحِبُّونَ أَنْ يَعْدِلُوا بَيْنَكُمْ فِي الْبِرِّ وَاللُّطْفِ

Bersikaplah adil di antara anak-anak kalian dalam hibah, sebagaimana kalian menginginkan mereka berlaku adil kepada kalian dalam berbakti dan berlemah lembut. [HR. al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra no. 12.003]

Menurut sebagian Ulama, keadilan dalam pemberian hibah saat orang tua masih hidup adalah dengan membaginya sesuai dengan hukum waris, di mana anak perempuan mendapatkan setengah bagian anak laki-laki. Sebagian Ulama yang lain berpendapat bahwa harta yang dihibahkan dibagi rata tanpa membedakan jenis kelamin. Pendapat yang kedua ini lebih kuat, karena didukung hadits an-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhu yang akan datang.

Dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa keadilan dalam hibah akan membuat anak-anak juga akan adil dalam berbakti. Sebaliknya, ketidakadilan bisa menimbulkan kebencian di antara anak-anak kita atau memicu kebencian kepada orang tua yang membawa kepada durhaka.

Perlu diketahui bahwa hibah tidak sama dengan nafkah. Jika dalam hibah kepada anak orang tua diwajibkan adil, tidak demikian dalam nafkah. Orang tua boleh memberikan nafkah sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Biaya sekolah anak SD tentunya tidak bisa disamakan dengan kakaknya yang sudah kuliah. Begitu pula biaya makan, pengobatan, menikahkan anak, dan kebutuhan-kebutuhan semisal tidak harus sama rata; karena hal itu termasuk nafkah, bukan hibah.

Kisah yang disebutkan dalam pertanyaan sudah pernah terjadi pada masa kenabian, maka mari kita melihat bagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghukuminya secara langsung, karena itulah hukum yang terbaik.

عَنْ النُّعْمَانِ قَالَ: سَأَلَتْ أُمِّي أَبِي بَعْضَ الْمَوْهِبَةِ فَوَهَبَهَا لِي، فَقَالَتْ: لاَ أَرْضَى حَتَّى أُشْهِدَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَأَخَذَ أَبِي بِيَدِي وَأَنَا غُلاَمٌ، فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمَّ هَذَا ابْنَةَ رَوَاحَةَ طَلَبَتْ مِنِّي بَعْضَ الْمَوْهِبَةِ، وَقَدْ أَعْجَبَهَا أَنْ أُشْهِدَكَ عَلَى ذَلِكَ، قَالَ: يَا بَشِيرُ، أَلَكَ ابْنٌ غَيْرُ هَذَا؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَوَهَبْتَ لَهُ مِثْلَ مَا وَهَبْتَ لِهَذَا؟ قَالَ: لَا، قَالَ: فَلاَ تُشْهِدْنِي إِذًا، فَإِنِّي لاَ أَشْهَدُ عَلَى جَوْرٍ

Dari an-Nu’man (bin Basyir), beliau Radhiyallahu anhu berkata, “Ibu saya meminta hibah kepada ayah, lalu memberikannya kepada saya. Ibu berkata, ‘Saya tidak rela sampai Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi saksi atas hibah ini.’ Maka ayah membawa saya –saat saya masih kecil- kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Wahai Rasûlullâh, ibunda anak ini, ‘Amrah binti Rawahah memintakan hibah untuk si anak dan ingin engkau menjadi saksi atas hibah.’ Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Wahai Basyir, apakah engkau punya anak selain dia?’ ‘Ya.’, jawab ayah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, ‘Engkau juga memberikan hibah yang sama kepada anak yang lain?’ Ayah menjawab tidak. Maka Rasûlullâh berkata, ‘Kalau begitu, jangan jadikan saya sebagai saksi, karena saya tidak bersaksi atas kezhaliman.’ ” [HR. al-Bukhâri no. 1623]

Baca Juga  Agar Buah Hati Menjadi Penyejuk Hati
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai kezhaliman, dan itu berarti bahwa ketidakadilan seperti ini adalah dosa.

Jadi, pada dasarnya hibah harus diberikan secara sama rata. Namun boleh membedakannya untuk alasan tertentu, misalnya ada anak yang cacat sehingga tidak bisa bekerja, atau sibuk menuntut ilmu sehingga belum bisa bekerja, atau punya banyak anak sehingga gajinya tidak cukup.

Bisa juga hibah tidak diberikan kepada sebagian anak yang durhaka, atau biasa menggunakan uang untuk bermaksiat. Demikian pula, boleh memberikan hibah kepada sebagian anak jika anak-anak yang lain tidak mempermasalahkan hal itu, karena hibah ini adalah hak mereka bersama. Jika mereka saling ridha, tidak masalah. Perlu ada komunikasi yang baik agar hibah tiadak menimbulkan masalah.

Jika anak-anak mengetahui kesalahan orang tua dalam hal ini, sebaiknya anak-anak bisa menyelesaikannya di antara mereka dahulu tanpa melibatkan orang tua. Alangkah baiknya jika yang terzhalimi mengalah dan tidak mempermasalahkan pemberian yang lebih untuk saudaranya.

Namun jika hal itu tidak bisa terwujud, dan masing-masing menuntut persamaan, hendaklah mereka menasehati orang tua dengan lemah lembut. Anak yang mendapat hibah lebih banyak, hendaknya menolak pemberian dengan halus. Apa yang dilakukan orang tua dalam kasus ini adalah ketidakadilan, sehingga harus diingkari, tapi dengan cara yang baik. Banyak orang tua yang melakukannya karena buta akan hukum agama, maka penjelasan yang baik akan cukup untuk membuat mereka menyadari kesalahan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XVII/1435H/2014. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]