mascipoldotcom – Sabtu, 26 Maret 2022 (22 Sya’ban 1443 H)
Jakarta – Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyampaikan kepada wartawan kondisi kasus pendeta SI alias Abraham Ben Moses buntut dari dugaan penistaan agama Islam ditingkatkan ke tahap Penyidikan.
Menurut Brigjen Pol Ramadhan, Bareskrim Polri telah menaikkan status penanganan perkara tersebut ke tahap penyidikan.
“Sekarang, kasus SI (Saifudin Ibrahim) sudah naik ke penyidikan,” ujar Brigjen Pol Ramadhan di Gedung Humas Polri, Jakarta, Jumat (25/3/2022).
Brigjen Pol Ramadhan menjelaskan kasus tersebut sebenarnya sudah dinaikkan ke penyidikan sejak 22 Maret 2022.
Namun, Polisi belum bisa memastikan status tersangka Saifudin Ibrahim.
“Kami sudah memanggil beberapa saksi dan ahli, serta koordinasi dengan instansi terkait soal kasus tersebut,” ungkapnya.
Sebelumnya, pendeta SI menjadi sorotan usai video di YouTube-nya viral.
Selain itu, SI turut meminta Menteri Agama untuk menghapus 300 ayat Al-Quran karena dianggap bisa memicu radikalisme.
Pernyataan SI bahkan menarik perhatian Menko Polhukam, Mahfud MD yang menilai pernyataan itu hanya bikin gaduh.
Mahfud MD bahkan mendesak Polisi segera mengusut tuntas dugaan kasus penistaan agama tersebut. (Div Humas Polri)
__________
Renungan
Seorang mukmin pasti mempunyai sikap ta’zhim ; mengagungkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala, Rasul, dan agama-Nya. Ia mengagungkan perintah dan larangan Allâh Subhanahu wa Ta’ala, mengagungkan asma dan sifat-Nya.
Kemudian ia juga mengagungkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjadikannya sebagai tauladan. Juga mengagungkan agama Allâh. Ia mencintai dan loyal pada syariat-Nya, serta yakin akan kesempurnaan.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ruh dari ibadah adalah pengagungan dan kecintaan. Bila salah satunya tidak menyertai lainnya, ibadah pun akan rusak.”
Namun ada saja manusia yang tak menghiraukan itu semua. Sebagian mereka meremehkan, bahkan mencemooh agama ini.
Sebagian mereka mengolok-olok Allâh Subhanahu wa Ta’ala, atau sunnah Rasûlullâh, atau mencibir kaum beriman, dan mencibir syariat-Nya. Ini menunjukkan adanya nifaq atau ingkar dalam hati mereka.
Sekiranya memang ia seorang yang benar-benar beriman, pasti ia akan mengagungkan Allâh dengan sebenar-benarnya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ
Dan mereka tidak menghormati Allâh dengan penghormatan yang semestinya, [al-An’âm/ 6: 91].
Seorang mukmin sejati adalah yang mengagungkan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia juga akan loyal kepada kaum beriman, bukan malah membela dan menaruh cinta dan dukungan kepada orang kafir.
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allâh dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allâh dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. [al-Mujâdilah/ 58: 22]
Dan orang yang mengejek agama Allâh ini, atau ayat-ayat-Nya, atau mencibir Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia telah kafir kepada Allâh Azza wa Jalla, meski itu hanya sekedar gurauan belaka.
Sungguh sangat naïf ketika seseorang yang hidup di tengah kaum muslimin, namun justru melecehkan agama ini. Memang, bila telah hilang perasaan ta’zhim kepada Allâh dari hati seseorang, maka segala bentuk kelancangan terhadap Allâh akan mudah ia lakukan.
Mulai dari tidak mau menjalankan syariat-Nya, hingga sampai pada taraf lancang melecehkan Allâh, Rasul dan agama-Nya.
Mengolok-olok Allâh Subhanahu wa Ta’ala, atau melecehkan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau mencibir sesuatu dari syariat Islam, merupakan bentuk riddah ; bentuk kemurtadan, keluar dari Islam. Ia adalah kejahatan yang paling parah. Hal semacam ini tidak akan muncul dari hati yang beriman.
Adanya bentuk pelecehan seperti ini, merupakan bukti kekufuran dan lenyapnya iman. Karena itulah Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat At-Taubah –yang juga dinamakan dengan Al-Fâdhihah (yang membongkar kebobrokan kaum munafik) :
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ ۚ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ ﴿٦٤﴾ وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ ﴿٦٥﴾ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ۚ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allâh dan rasul-Nya).”
Sesungguhnya Allâh akan menyatakan apa yang kamu takuti itu. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab,
“Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allâh, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.
Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. [at-Taubah/ 9: 64-66]
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali dari Perang Tabuk, di mana beliau dan juga para sahabat mendapatkan cobaan yang berat, salah seorang munafik berkata di suatu majlis mereka,
“Tidak pernah kami melihat seperti ahli Quran kita! Mereka itu orang yang paling rakus perutnya, paling dusta lidahnya, dan paling pengecut tatkala berjumpa musuh!”
Lalu seseorang di dalam majlis tersebut berkata, “Engkau dusta! Akan tetapi engkau ini adalah seorang munafik! Sungguh, akan aku beritahukan hal ini kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .”
Namun wahyu telah mendahului kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan turunlah ayat Al-Quran berkenaan dengan hal itu. Orang yang melecehkan tersebut pun datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , meminta maaf atas hal tersebut.
Namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak melihat atau menoleh kepada orang tersebut. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya sekedar mengucapkan, (“Apakah dengan Allâh, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.)
Ini bisa menafsirkan apa telah Rasul sabdakan,
وَإِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
Sungguh, seorang hamba benar-benar mengucapkan suatu kata yang mengandung kemurkaan Allâh, padahal ia tidak memperhatikannya, namun ia terseret jatuh ke dalam neraka jahannam dikarenakan ucapannya. [HR. Al-Bukhârî]
Ibnu Quddamah rahimahullah dalam Al-Mughni berkata, “Barangsiapa yang mencaci Allâh, ia telah kufur. Baik itu ia mengatakannya hanya senda gurau, ataupun dengan serius. Demikian pula dengan orang yang mengolok-olok Allâh, atau ayat-ayat-Nya, rasul-Nya, ataupun kitab-kitab-Nya.”
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Bahkan seorang kafir dzimmi yang terang-terangan mencaci Rabb kita, Kitab-Nya, membakar masjid dan rumah-rumah kita, itu lebih parah daripada ia berterus terang memerangi kita, bila kita memang benar-benar kaum mukminin.
Sebab, wajib bagi kita untuk mengorbankan darah dan harta kita agar kalimat Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjadi yang tertinggi, dan agar ia tidak menampakkan sesuatupun yang menyakiti Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya di tengah kita.”
Marilah kita kembali mengintrospeksi diri, agar senantiasa diberi taufiq oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala untuk selalu menggenggam iman dan Islam.
Dan perlu ditekankan di sini, bahwa makar musuh Islam yang melecehkan para Nabi dan mencibir apa yang mereka bawa, sejatinya akan berbalik menimpa diri mereka sendiri.
وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan (azab) olok-olokan mereka. [al-An’âm/6: 10]
Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah mengadzab banyak kaum di dunia, seperti kaum Nuh, kaum Luth, kaum Fir’aun. Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala memberitakan siksa-Nya untuk mereka dan yang semisal mereka di akhirat kelak.
Mereka yang mencerca agama ini, diliputi kehinaan di dunia, adzab pedih menanti di akhirat, serta kebinasaan yang disegerakan di dunia.
Maka marilah kita teguh memegang agama kita. Kita mengambil pelajaran dari apa yang menimpa para nabi. Tidaklah mereka dihina, melainkan mereka tetap kokoh pada agamanya.
Kita buktikan bahwa kita tidak lemah dikarenakan hinaan dan cercaan yang ada. Dan tidaklah boleh sama sekali bagi kita untuk memberi loyalitas kepada mereka. Kita tidak bermajlis dengan mereka.
Dan teruslah kita menyuarakan kebenaran, sebagai bentuk tauladan kita kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjaga kita, dan menjadikan kalimat-Nya sebagai yang tertinggi.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun XX/1438H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.]