mascipoldotcom, Senin, 19 Juli 2021 (09 Zdul Hijjah 1442 H)
JAKARTA – Hari Raya Idul Adha 1442 H / 2021 M yang jatuh pada Selasa tanggal 20 Juli 2021 mempunyai makna tersendiri dimata Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Ditengah pandemi Covid-19 sejak tahun lalu membuat perayaan Idul Adha menjadi berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
“Pemerintah melalui Kementerian Agama sudah mengeluarkan himbauan perayaan Idul Adha 1442 H baik Takbiran, Sholat Idul Adha maupun penyembelihan hewan qurban, mari kita patuhi bersama-sama”, ujar Komjen Agus Senin (19/07).
Jenderal bintang 3 kelahiran Blora, 16 Februari 1967 ini juga menyampaikan bahwa saat ini tren kasus Covid-19 masih terus tinggi.
“Pemerintah terus berjibaku menghentikan laju pandemi Covid-19 ditanah air, berbagai upaya terus dilakukan dan saat ini di berbagai daerah menerapkan kebijakan PPKM Darurat dan terus mengakselerasi vaksinasi”, pungkas Komjen Agus.
Komjen Agus juga mengatakan bahwa peranan dan ketaatan serta kepatuhan masyarakat saat ini sangat menentukan keberhasilan kita keluar dari pandemi Covid-19.
“Upaya Pemerintah membawa Indonesia keluar dari Pandemi Covid-19 sangat ditentukan oleh kepatuhan dan ketaatan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan dan vaksinasi”, sambung Komjen Agus.
Mantan Kabaharkam Polri ini juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang menghalangi upaya pemerintah dalam penanggulangan pandemi Covid-19 akan ditindak tegas, termasuk hoax dan propaganda yang menimbulkan kegaduhan.
“Banyak yang termakan hoax sehingga abai dan menjadi korban Covid-19, bahkan sampai meninggal dunia”, ucap Komjen Agus.
Lebih lanjut, Komjen Agus menghimbau melalui momen Hari Raya Idul Adha/Hari Raya Qurban ini, hendaknya menjadikan kita lebih taat, sabar dan ikhlas.
“Melalui momen Idul Adha ini, sembelihlah sifat-sifat hewani yang ada didiri kita, hilangkan sifat pembangkang, sifat tidak taat aturan, hasad dan hasud, fitnah dan hoax”, tutup Komjen Pol Agus. (Abink)
————
Renungan
Syarat-Syaratnya
Kurban memiliki beberapa syarat yang tidak sah kecuali jika telah memenuhinya, yaitu:
Hewan kurbannya berupa binatang ternak, yaitu unta, sapi dan kambing, baik domba atau kambing biasa.
Telah sampai usia yang dituntut syari’at berupa jaza’ah (berusia setengah tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang
Ats-tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima tahun.
Ats-tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua tahun.
Ats-tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun.
Al-Jadza’ adalah yang telah sempurna berusia enam bulan.
Bebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu apa yang telah dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Buta sebelah yang jelas/tampak.
Sakit yang jelas.
Pincang yang jelas.
Sangat kurus, tidak mempunyai sumsum tulang.
Dan hal yang serupa atau lebih dari yang disebutkan di atas dimasukkan ke dalam aib-aib (cacat) ini, sehingga tidak sah berkurban dengannya, seperti buta kedua matanya, kedua tangan dan kakinya putus, atau pun lumpuh.
Hewan kurban tersebut milik orang yang berkurban atau diperbolehkan (diizinkan) baginya untuk berkurban dengannya. Maka tidak sah berkurban dengan hewan hasil merampok dan mencuri, atau hewan tersebut milik dua orang yang berserikat kecuali dengan izin teman serikatnya tersebut.
Tidak ada hubungan dengan hak orang lain. Maka tidak sah berkurban dengan hewan gadai dan hewan warisan sebelum warisannya dibagi.
Penyembelihan kurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syari’at. Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan kurbannya tidak sah.[1]
Pembahasan Kesebelas
Hewan Kurban yang Utama dan yang Dimakruhkan
Yang paling utama dari hewan kurban menurut jenisnya adalah unta, lalu sapi. Jika penyembelihannya dengan sempurna, kemudian domba, kemudian kambing biasa, kemudian sepertujuh unta, kemudian sepertujuh sapi.
Baca Juga Mengumpulkan Kulit Hewan Kurban Dan Menjualnya Lalu Uangnya Disedekahkan
Yang paling utama menurut sifatnya adalah hewan yang memenuhi sifat-sifat sempurna dan bagus dalam binatang ternak. Hal ini sudah dikenal oleh ahli yang berpengalaman dalam bidang ini. Di antaranya:
Gemuk.
Dagingnya banyak.
Bentuk fisiknya sempurna.
Bentuknya bagus.
Harganya mahal.
Sedangkan yang dimakruhkan dari hewan kurban adalah:
Telinga dan ekornya putus atau telinganya sobek, memanjang atau melebar.
Pantat dan ambing susunya putus atau sebagian dari keduanya seperti –misalnya puting susunya terputus-.
Gila
Kehilangan gigi (ompong).
Tidak bertanduk dan tanduknya patah.
Ahli fiqih رحمهم الله juga telah memakruhkan al-‘Adhbaa’ (hewan yang hilang lebih dari separuh telinga atau tanduknya), al-Muqaabalah (putus ujung telinganya), al-Mudaabirah (putus dari bagian belakang telinga), asy-Syarqa’ (telinganya sobek oleh besi pembuat tanda pada binatang), al-Kharqaa’ (sobek telinganya), al-Bahqaa’ (sebelah matanya tidak melihat), al-Batraa’ (yang tidak memiliki ekor), al-Musyayya’ah (yang lemah) dan al-Mushfarah v.[2]
[Disalin dari kitab Ahkaamul ‘Iidain wa ‘Asyri Dzil Hijjah, Penulis Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar. Judul dalam Bahasa Indonesia Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penerjemah Kholid Syamhudi, Lc. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_____
Footnote
[1] Lihat Bidaayatul Mujtahid (I/450), al-Mughni (VIII/637) dan setelahnya, Badaa-i’ush Shanaa’i (VI/2833) dan al-Muhalla (VIII/30).
v Para ulama berselisih tentang makna al-Mushfarah, ada yang menyatakan bahwa ia adalah hewan yang terputus seluruh telinganya dan ada yang mengatakan bahwa ia adalah kambing yang kurus. Lihat Nailul Authar (V/123).-pen.
[2] Al-Mughni (IX/442), Badaa-i’ush Shana-i’ (VI/2846), Nihaayatul Muhtaaj (VIII/128) dan al-Muhalla (VIII/41).