mascipoldotcom – Rabu, 3 Nopember 2021 (28 Rabiul Awal 1443 H)
Blora – Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memimpin rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Provinsi Aceh, terkait dengan evaluasi penanganan Pandemi Covid-19.
Dalam pengarahannya, Kapolri menekankan, untuk mempercepat akselerasi vaksinasi, seluruh elemen mulai dari TNI, Polri, Pemda, tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat, di daerah masing-masing harus bersatu padu dan bergandengan tangan melakukan strategi percepatan vaksinasi.
“Sesuai arahan pimpinan hari ini kami bersama Dandim dan unsur Pemda di Bantu oleh Komascipol serta tokoh Agama dan tokoh masyarakat serta stakeholders telah melaksanakan kegiatan serentak mempercepat akselerasi vaksinasi diwilayah Blora”, ungkap Kapolres Blora AKBP Wiraga Dimas Tama,SIK, 3/11/2021, pukul 13.00 WIB
Menurut Kapolres Blora, Kapolri berpesan kunci untuk mengakselerasi vaksinasi adalah dengan terwujudnya sinergitas dan soliditas antara TNI, Polri dan Pemerintah Daerah, dan seluruh elemen masyarakat.
“Kami lakukan akselerasi vaksinasi ini dengan sistem targeting dan kerjasama serta sinergitas dan soliditas antara TNI, Polri bersama Pemerintah Daerah, dan seluruh elemen masyarakat Blora, Sehingga mampu meningkatkan capaian vaksinasi dengan cepat.”. sambung Kapolres Blora AKBP Wiraga Dimas Tama,SIK.
Dengan adanya sinergitas dan soliditas seluruh stakeholders di Kabupaten Blora, Kapolres optimis bahwa kedepannya target Pemerintah untuk mencapai vaksinasi sebesar 70 persen dapat segera terwujud.
“Sehingga apa yang jadi target Pak Presiden di bulan November mencapai 60 persen dan akhir Desember bisa tercapai 70 persen,” tutur Kapolres Blora, menirukan ucapan Kapolri,
Lebih dalam, Kapolres Blora mengungkapkan, kunci untuk menghadapi Pandemi Covid-19 adalah melakukan strategi kombinasi. Yakni, melaksanakan vaksinasi secara maksimal, menjaga dan selalu menerapkan protokol kesehatan (prokes) dan melakukan treatment terhadap masyarakat yang positif virus corona, sehingga bisa diselamatkan dengan baik.
“Kombinasi ini yang harus terus dilaksanakan. Karena memang dengan kerja keras kita, Alhamdulillah target kita in syaa Allah tercapai,” kata Kapolres Blora dalam mewujutkan arahan Kapolri.
Masih menurut Kapolres Blora capaian target berkat hasil dati merangkul para tokoh agama dan tokoh masyarakat berserta relawan bersama-sama melawan informasi palsu atau hoaks soal vaksin, yang menyebabkan sebagian masyarakat masih merasa takut untuk disuntik vaksin.
“Bagi masyarakat yang belum vaksin dan masih takut karena berita-berita hoaks, sudah kita sampaikan melalui para tokoh Agama dan tokoh masyarakat bahwa isyu-isyu itu tidak benar, hingga bagaimana kita dapat membangkitkan antusias masyarakat agar mau divaksin”, tegas Kapolres Blora, saat meninjau pelaksanaan akselerasi vaksinasi masal di Masjid Imam Syafi’i RT 05 / RW 04 Kelurahan Bangkle Kecamatan Blora, yang didampingi baik DKM maupun Kordinator Nasional Ustadz Abu Mundzir Al Ghifary, S.Kom hafidhohulloh.
Dalam pantauan mascipol.com dilapangan yang diwakili oleh Kordinator Nasional Ustadz Abu Mundzir Al Ghifary, S.Kom didampingi Pembina Komascipol DPD Blora Ustadz Zakariya, menyampaikan bahwa
“Alhamdulillah Masyarakat Blora sangat antusias dan bersemangat untuk mendapatkan vaksin”.ungkap Ustadz Abu Mundzir Al Ghifary, S.Kom hafidhohulloh.
“Alhamdulillah pelaksanaan vaksin ini juga mendapat dukungan penuh Camat Blora Kota, Budiman S.STP, MM beserta lurah Bangkle Kecamatan Blora Andi Nurrohman, S.IP, MM yang telah mengerahkan warganya untuk datang ke lokasi Vaksinasi Massal ini”. sambung Ustadz Zakariya hafidhohulloh.
Hadir mendampingi Kapolres Blora AKBP Wiraga Dimas Tama,SIK, dalam kegiatan vaksi tersebut diantaranya Kasat Lantas AKP Edi Sukamto,SH,MH, Kasat Binmas AKP Sudarto serta Kapolsek Blora AKP Yuliyanto dan 3 pilar kelurahan Bangkle, Bhabinkamtibmas dan Babinsa.
“Menurut Kapolres Blora Vaksinasi ini ditujukan untuk seluruh lapisan masyarakat umum yang berusia 12 tahun ke atas baik untuk Vaksin ke 1 maupun ke 2, selain itu Kapolres Blora juga membagikan sembako kepada masyarakat yang berhak menerimanya”. tegas Ustadz Zakariya,
“dan Menurut Kapolres Blora, Program Vaksinasi ini merupakan program serentak dari jajaran Polda Jawa Tengah dengan menggunakan jenis Vaksin Sinovac & Pfizer. untuk hari ini pelaksanaan vaksinasi massal, tercapainya target 1000 orang yang telah di vaksin, dan kegiatan ini rencanamya akan terus berkesinambungan sampai target semua masyarakat Blora yang berhak untuk divaksin mendapatkan layanan vaksin gratis”, tutup Kornas Abu Mundzir Al Ghifary, S.Kom hafidhohulloh.
—————
Renungan
AHLUS SUNNAH MELARANG MEMBERONTAK KEPADA PEMERINTAH
Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Ahlus Sunnah wal Jama’ah melarang kaum Muslimin keluar untuk memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur [1]. Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wajibnya taat kepada mereka dalam hal-hal yang bukan maksiat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang nyata.
‘Ubadah bin Shamit Radhiyallahu anhu berkata:
دَعَانَا رَسُوْلُ اللهِ j فَبَايَعْنَاهُ، فَكَانَ فِيْمَا أَخَذَ عَلَيْنَا، أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ: إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْراً بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللهِ فِيْهِ بُرْهَانٌ.
“Rasulullah memanggil kami, lalu kami membai’at beliau. Di antara yang beliau tekankan kepada kami adalah, agar kami selalu mendengar dan taat (kepada penguasa) dalam keadaan suka maupun tidak suka dalam kesulitan atau pun kemudahan, bahkan dalam keadaan penguasa mengurus kepentingannya mengalahkan kepentingan kami sekalipun (tetap wajib taat). Dan tidak boleh kami mempersoalkan suatu perkara yang berada di tangan ahlinya (penguasa). Selanjutnya beliau bersabda: ‘Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang jelas dan kalian memiliki bukti yang nyata dari Allah dalam hal itu.” [2]
Fatwa-fatwa para ulama tentang pemberontakan:
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tidak bolehnya keluar dari ulil amri, kecuali dengan beberapa syarat:
1. Kekufuran yang jelas (penguasa melakukan kekufuran yang jelas).
2. Tidak ada kesamaran tentang kekufurannya dan bukan ke-fasikan.
3. Jelas-jelas dia melakukannya dengan terang-terangan bukan ta’wil.
4. Ada bukti dan dalil yang jelas dari Al-Qur-an dan As-Sunnah serta Ijma’ tentang kekufurannya.
5. Ada kemampuan (untuk keluar dari mereka).[3]
Sedangkan Syaikh al-Albani rahimahullah pernah ditanya, apakah boleh keluar dari penguasa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah? (Penulis ringkas jawabannya) Kata beliau: “Kami berkesimpulan: ‘Tidak boleh keluar (memberontak) pada zaman sekarang ini, karena mafsadah (kerusakan) yang diakibatkannya lebih besar dengan terbunuh (tumpahnya darah) kaum Muslimin dengan sia-sia dan tidak ada manfaatnya, bahkan kerusakan-kerusakan tersebar di mana-mana dan tampak pengaruh yang jelek pada masyarakat kaum Muslimin.’” [4]
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz (wafat th. 1420 H) rahimahullah menjelaskan pula tentang masalah tersebut:
1. Harus melihat pada maslahat dan mafsadah.
2. Yang menjelaskannya adalah ulama Ahlus Sunnah.
3. Harus memperhatikan kaidah: “Menolak bahaya harus didahulukan daripada mengambil maslahat.”
4. Jika akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar sebaiknya harus bersabar. [5]
Ahlus Sunnah wal Jama’ah berbeda dengan Mu’tazilah yang mewajibkan keluar dari kepemimpinan para imam/pemimpin yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut sebagai amar ma’ruf nahi munkar. Sedangkan pada kenyataannya, keyakinan Mu’tazilah seperti ini merupakan kemunkaran yang besar karena akan timbul bahaya-bahaya yang sangat besar, baik berupa kericuhan, keributan, perpecahan, pertumpahan darah, kerawanan dari pihak musuh, dan tidak adanya rasa aman bagi kaum Muslimin. [6]
Nasihat Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah:
Saya nasihatkan kepada para pemuda yang memiliki semangat jihad dan ikhlas karena Allah dalam rangka berjuang, hendaklah mereka (mendahulukan) perbaikan diri (dari dalam) dan meng-akhirkan perbaikan keluar yang tidak ada tipu daya di dalamnya. Dan ini menuntut pekerjaan yang tekun dan waktu yang lama dalam mewujudkan tashfiyah (pemurnian ajaran Islam) dan tar-biyah (pembinaan dan pembelajaran). Karena sesungguhnya pekerjaan ini tidak akan terlaksana melainkan oleh para ulama yang terpilih dan para pendidik yang bertaqwa. Betapa sedikitnya mereka pada zaman ini, khususnya pada kelompok yang memberontak kepada pemerintah.
Terkadang sebagian mereka mengingkari pentingnya tashfiyah ini sebagaimana yang terjadi pada sebagian kelompok Islam. Mereka beranggapan bahwa tashfiyah telah hilang masanya, lalu mereka berpaling ke arah politik dan jihad. Perbuatan mereka yang memalingkan perhatian dari tashfiyah dan tarbiyah seluruhnya adalah salah. Betapa banyak pelanggaran-pelanggaran syari’at yang bersumber dari mereka terjadi disebabkan kelalaian dalam melaksanakan kewajiban tashfiyah. Mereka condong kepada taqlid dan berita dusta, yang dengannya mereka banyak meng-halalkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah! Sebagai contoh, memberontak kepada pemerintah meskipun belum timbul kekufuran yang jelas dari mereka (pemerintah).
Sebagai penutup saya katakan, kami tidak mengingkari bahwa ada sebagian pemerintah yang wajib bagi kita untuk memberontak kepada mereka. Seperti (pemerintah) yang mengingkari disyari’at-kannya puasa Ramadhan, menyembelih hewan kurban pada hari ‘Iedul Adh-ha, dan yang semisalnya dari perkara yang telah diketahui secara pasti dalam agama ini. Mereka ini wajib diperangi berdasarkan nash hadits, akan tetapi dengan syarat ada kemampuan sebagaimana yang telah berlalu penjelasannya.
Tetapi, memerangi Yahudi yang menjajah tanah yang suci dan menumpahkan darah kaum Muslimin lebih wajib daripada memerangi pemerintah yang mengingkari perkara yang telah pasti diketahui dalam agama ini dari banyak sisi. Tidak ada tempat untuk menjelaskannya sekarang. Yang lebih penting lagi bahwa tentara pemerintah itu adalah dari saudara-saudara kita kaum Muslimin. Bisa jadi sebagian besar mereka atau kebanyakan mereka tidak ridha terhadap pemerintah itu.
Mengapa para pemuda yang bersemangat itu tidak memerangi Yahudi sebagai ganti penyerangan mereka terhadap sebagian pemerintah kaum Muslimin?! Saya kira jawaban mereka adalah tidak adanya kemampuan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Jawaban mereka bahwa mereka tidak mampu merupakan jawaban kami, dan kenyataan yang ada menguatkan jawaban kami, dengan dalil bahwa pemberontakan mereka tidak menghasilkan sesuatu kecuali pertumpahan darah belaka. Sebagai contoh adalah yang terjadi di negara Aljazair. Maka, adakah orang yang mau mengambil pelajaran???!” [7]
Memberontak kepada pemerintah adalah ciri khas dari Khawarij dan Teroris.
Menumpahkan darah Muslimin dan memberontak terhadap pemerintah merupakan ciri khas utama sekaligus simbol dan syi’ar paling besar firqah Khawarij. Namun mereka mengklaim bahwa pemberontakan yang mereka lakukan itu sebagai jihad yang me-rupakan amalan tertinggi dalam Islam.
Baca Juga Keutamaan Dakwah Tauhid
Al-Imam al-Barbahari berkata dalam Syarhus Sunnah: “Setiap orang yang memberontak kepada imam (pemerintah) kaum Muslimin adalah Khawarij, dan berarti dia telah memecah belah kesatuan kaum Muslimin dan menentang Sunnah, serta matinya seperti mati Jahiliyyah.” [8]
Asy-Syahrastani berkata: “Setiap orang yang memberontak kepada imam yang telah disepakati kaum Muslimin disebut Khawarij. Sama saja, apakah dia memberontak di masa Sahabat kepada Khulafaur Rasyidin, atau setelah mereka di masa Tabi’in dan para imam di setiap zaman.” [9]
Tercatat dalam sejarah, bahwa pemberontakan pertama kali dalam Islam dilakukan oleh Dzul Khuwaishirah -yaitu cikal bakal Khawarij- yang kemudian menurunkan generasi yang berpemikiran sesat seperti dia. Demikian juga tercatat pada perkembangan berikutnya, tidak ada satu pun pemberontakan kecuali pelakunya adalah Khawarij dan Syi’ah Rafidhah, atau orang-orang yang teracuni pemikiran dua aliran sesat tersebut. Mereka terus mengotori barisan ummat Islam ini dengan tampil sebagai teroris di tubuh ummat. Berikut beberapa contoh aksi teror dan pemberontakan yang mereka lakukan sepanjang sejarah Islam:
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Hal ini berlaku bagi pemimpin muslim yang berbuat zhalim dan aniaya, yang masih menggunakan syari’at Nabi j. Namun apabila pemimpin itu telah kafir, maka boleh memberontak kepadanya dengan syarat-syarat yang ada pada pem-bahasan selanjutnya. Lihat Fat-hul Baari (XIII/124-125), Syarah Muslim (XII/229) dan al-Minhatul Ilaahiyyah fii Tahdziib Syarah ath-Thahaawiyyah (hal. 355).
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 7055-7056) dan Muslim (no. 1709 (42)) Kitaabul Imaarah bab Wujuub Thaa’atil Umaraa’ fii Ghairi Ma’shiyatin wa Tahriimiha fil Ma’shiyah. Lihat Fat-hul Baari (XIII/5-8).
[3]. Kaifa Nu’aalij Waaqi’anal ‘Aliim yang dikumpulkan oleh Abu Anas ‘Ali bin Husain Abu Lauz (hal. 77-78).
[4]. Ibid, (hal. 79-80).
[5]. Lihat kitab al-Ma’luum min Waajibil ‘Ilaaqah bainal Haakim wal Mahkuum (hal. 7-10, 14) oleh Abu ‘Abdillah bin Ibrahim al-Bulaithih al-Wa-ili.
[6]. Lihat pembahasan tentang bagaimana bermu’amalah dengan ulil amri (penguasa), kitab Mu’aamalatul Hukkaam fii Dhau-il Kitaab was Sunnah oleh ‘Abdus Salam bin Barjas bin Nashir ‘Abdul Karim t, cet. V, th. 1417 H.
[7]. Dinukil dari Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah, juz VII bagian kedua, hal. 1242-1423, setelah pembahasan hadits no. 3418.
[8]. Lihat kitab Syarhus Sunnah (hal. 76, no. 33) oleh al Imam al Barbahari, tahqiq Syaikh Abu Yasir Khalid ar-Raddadi, cet. II, th. 1418 H.
[9]. Lihat al-Milal wan Nihal (hal 114).