Sambut Idul fitri 2022 Kapolda Sumatera Utara Pererat Silaturahmi Menjaga Kebersamaan dan Perkokoh Persaudaraan

Sambut Idul fitri 2022, Kapolda Sumatera Utara : Pererat Silaturahmi, Menjaga Kebersamaan dan Perkokoh Persaudaraan

mascipoldotcom – Senin, 2 Mei 2022 (1 Syawal 1443 H)

Medan – Kapolda Sumut Irjeen Pol Drs. RZ. Panca Putra,S. M.si Beserta keluarga menyampaikan selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah kepada seluruh umat Muslim di Sumatera Utara, Panca brharap perayaan ini dapat dijadikan momentum untuk seluruh Sumut kembali ke fitrah

“Saudara-saudaraku umat muslim dimanapun berada, Ramadhan kan berlalu, meninggalkan kisah syahdu, gema takbir yang berkumandang di hari fitrah, saya Irjen Pol. Drs RZ. Panca Putra, S. M.si Kapolda Sumut Beserta Keluarga dan segenap Jajaran Polda Sumut, mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah. Minal Aidin Wal Faizin, mohon maaf lahir dan batin,” kata Kqpolda dalam tayangan videonya, Minggu (1/5/2022).

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran pada hari Senin, 2 Mei 2022.

Panca mengungkapkan, perayaan Hari Raya Idul Fitri ini juga diharapkan bisa menjadi momentum bagi seluruh masyarakat untuk kembali menjadi pribadi yang memiliki akhlak terpuji.

“Mari kita sambut hari kemenangan ini dengan penuh kebahagiaan dan rasa syukur untuk kembali ke fitrah manusia serta sucikan hati untuk menjadi pribadi yang Akhlakul Karimah,” ujar mantan Kapolda Sulawesi Utara

Lebih dalam, Panca juga berharap Hari Raya Idul Fitri dapat menjadi momentum untuk
Mempererat Silaturahmi, menjaga Kebersamaan dan memperkokoh Persaudaraan sesama umat beragama di Sumatera Utara

“Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala, melimpahkan rahmat dan karunia kepada kita sekalian untuk senantiasa
Mempererat Silaturahmi, menjaga Kebersamaan dan memperkokoh Persaudaraan,” ucap Panca

Kapolda juga tetap mengingatkan untuk tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes) kepada seluruh masyarakat yang sedang berbahagia merayakan hari kemenangan setelah sebulan penuh menjalani Ibadah Puasa.

“Tak lupa saya juga mengingatkan kepada kita semua untuk tetap mematuhi protokol kesehatan secara ketat saat berkumpul bersama keluarga dan handai taulan di hari kemenangan yang fitri ini,” Pungkas Kapoldasu. (Leodepari)

___________

Renungan

HUKUM BERJABAT TANGAN DAN MENGUCAPKAN SELAMAT HARI RAYA

Pertanyaan.

Apa ada syariatnya setelah shalat Id kemudian berjejer sambil bersalaman? Dan apa dalil tentang ucapan Minal Âidîn wal Fâizîn?

Jawaban.

Ini merupakan adat dan kebiasaan kaum Muslimin setelah melaksanakan shalat ‘Id. Mereka saling berjabat tangan, berpelukan dan mengucapkan selamat hari raya serta saling mendoakan.

as-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang hukum berjabat tangan, berpelukan dan saling mengucapkan selamat setelah shalat ‘Id? maka beliau rahimahullah menjawab:

“Ini adalah perkara yang dibolehkan, karena manusia tidak menjadikannya sebagai perkara ibadah dan sarana mendekatkan diri kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, akan tetapi dijadikan sebagai adat, saling memuliakan dan menghormati. Maka selama itu adalah perkara adat yang tidak ada larangan dalam syariat maka kembali kepada hukum asalnya yaitu dibolehkan, sebagaimana dikatakan oleh para Ulama bahwa hukum asal segala sesuatu adalah boleh, sedangkan ibadah hukum asalnya terlarang kecuali ada dalil syar’i yang membolehkan”. [Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, 16/209]

Adapun bentuk ucapan selamat hari raya maka tidak ada dalil tentang ucapan tertentu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Karena tidak ada dalilnya, maka ini dikembalikan kepada kebiasaan kaum Muslimin, selama ucapan tersebut tidak mengandung dosa.

Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah mengatakan, “Imam Ahmad rahimahullah berpendapat tidak mengapa seseorang berkata kepada yang lain pada hari raya تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك “Taqabbalallâhu minna wa minka” (semoga Allâh menerima amalan kita dan amalanmu). dan diriwayatkan bahwa Muhammad bin Ziyad al-Alhani mengatakan :

كُنْتُ مَعَ أَبِي أُمَامَةَ البَاهِلِي وَغَيرِهِ مِنْ أَصِحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَجَعُوا مِنَ العِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ

Aku pernah bersama Abi Umâmah al-Bâhili dan para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain, apabila pulang dari shalat ‘Id sebagian mereka dengan yang lainnya saling berkata, “Taqabbalallâhu minna waminka” (semoga Allâh menerima amalan kita dan amalanmu)”.

Imam Ahmad berkata : bahwa sanad hadits ini bagus”. [al-Mughni, 3/294-295]

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Kami telah meriwayatkan dalam al-Mahamiliyat dengan sanad yang hasan dari Jubair bin Nufair ia berkata :

كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ إِذَا التَقَوا يَومَ العِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللهُ مَنَّا وَمِنْكَ

Adalah para Sahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mereka saling berjumpa pada hari raya, sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain “Taqabbalallâhu minna waminka“ [Fathul Bâri, 3/268]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Ucapan selamat pada hari raya seperti sebagian orang kepada yang lainnya apabila saling berjumpa setelah shalat ‘Id mengucapkan “Taqabbalallâhu minna wa minkum wa ahâlahullâhu ‘alaik” dan semisalnya, sungguh ini telah diriwayatkan dari sebagian Sahabat bahwa mereka juga melakukannya, dan para Ulama membolehkannya seperti Imam Ahmad dan yang lainnya.

Akan tetapi Imam Ahmad berkata aku tidak akan memulai. Namun, jika ada yang mengucapkan kepadaku maka aku akan menjawabnya, karena menjawab ucapan selamat adalah wajib sedangkan memulai ucapan selamat tidaklah disunahkan, tetapi juga tidak dilarang. barangsiapa yang melakukan demikian itu maka ia memiliki panutan dan siapa yang tidak melakukannya juga memiliki panutan”. [Majmû’ Fatâwâ, 24/253]

Jadi, boleh berjabat tangan, berpelukan dan saling mengucapkan selamat hari raya dengan ucapan apa saja selama tidak mengandung dosa, dan lebih baik lagi jika kita mengikuti ucapan para Sahabat dan Ulama ketika berjumpa dengan kaum muslimin di hari raya Taqabbalallâhu minna wa minkum.

Catatan :

1. Tidak boleh berjabat tangan antara laki dan perempuan yang bukan mahram, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَأَنْ يَطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ اِمْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ

Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya. [HR. Thabrani 20/486. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîhul Jâmi’, no. 5045 dari Ma’qal bin Yasar Radhiyallahu anhu]

2. Tidak boleh mengkhususkan pada hari raya dengan ucapan saling meminta maaf, karena seorang Muslim diperintahkan untuk meminta maaf dan saling memaafkan kapan saja dia melakukan kesalahan. Karena dengan sekedar berjabat tangan maka kita telah mendapatkan ampunan, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّ المُؤْمِنَ إِذَا لَقِيَ المُؤْمِنَ فَسَلَّمَ عَلَيهِ وَأَخَذَ بِيَدِهِ فَصَافَحَهُ تَنَاثَرَتْ خَطَايَاهُمَا كَمَا يَتَنَاثَرُ وَرَقُ الشَّجَرِ

Sesungguhnya seorang Mukmin apabila berjumpa dengan Mukmin yang lain, kemudian mengucapkan salam kepadanya dan berjabat tangan, niscaya kesalahan-kesalahan keduanya akan gugur seperti gugurnya dedaunan pohon. [HR. At-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath 1/84 no. 245 dari Khudzaifah bin Al-Yaman Radhiyallahu anhu. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh at-Targhîb, no. 2720 dan as-Shahîhah, 2/60].

Dalam riwayat yang lain :

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

“Tidaklah dua orang muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah”. [HR. Abu Dawud no. 5212 dan Ibnu Majah no. 3703 dari al-Bara’ bin Azib z dan hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam as-Shahîhah, no. 525]

Akan tetapi jika seseorang mengucapkan selamat dan mendoakan semoga Allâh mengampuni dosaku dan dosamu maka tidak mengapa. Wallâhu a’lam

Maraji’ :

Fathul Bâri syarhu Shahîh al-Bukhâri, 3/268, Al-Hafidz Ibnu Hajar, cet. Pertama th. 1426 H/ 2005 M, dar Thibah Riyadh – KSA.
Majmû’ Fatâwâ wa Rasâ’il, 16/209, As-Syaikh Ibnu Utsaimin, cet. Pertama th. 1423 H/2002 M, dar Al-Tsuroyya Riyadh – KSA.
Al-Mughni, 3/294-295, Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy, cet. Ketiga th. 1417 H/ 1997 M, dar ‘alam al-kutub, Riyadh – KSA.
Majmu’ Fatâwâ, 24/253, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, cet. Mujamma’ Al-Malik Fahd, th. 1425 H/ 2005 M, Al-Madinah Al-Munawarah – KSA.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02-03/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.]