mascipoldotcom – Senin, 11 April 2022 (9 Ramadhan 1443 H)
Sukabumi – Wali Kota Sukabumi H. Achmad Fahmi, S.Ag., M.MPd secara resmi menetapkan Kota Sukabumi, Jawa Barat sebagai kota polisi dengan ditandatangani dan diterbitkannya Keputusan Wali Kota (Kepwal) Sukabumi Nomor : 188.45/115–Huk/ 2022 pada tanggal 31 maret 2022.
Dalam Keputusan Wali Kota atau Kepwal itu dikatakan, seluruh elemen terkait dengan Pemerintah Daerah Kota Sukabumi memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mensosialisasikan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi terwujudnya Kota Sukabumi sebagai kota polisi.
Yang mendasari terbitnya Keputusan Wali Kota Sukabumi Nomor : 188.45/115-Huk/2022 tersebut adalah yang pertama sebagai salah satu wujud bahwa dalam upaya penghormatan, penghargaan, dan alur sejarah di Kota Sukabumi, maka perlu dicanangkan Kota Sukabumi sebagai kota polisi, serta berikutnya adalah mempertimbangkan surat pengajuan dari beberapa asosiasi diantaranya, surat dari Yayasan Dapuran Kipahare, Nomor : 003/YDK/SR.XII/2021 perihal rekomendasi Sukabumi kota polisi, surat dari Dewan Pengurus Cabang Masyarakat Sadar Wisata atau Masata Nomor : 054/STF/MASATA/II/22 perihal pengajuan branding Kota Sukabumi sebagai kota polisi, dan surat dari Setukpa Lemdiklat Polri tentang permohonan pengukuhan dan penetapan Kota Sukabumi sebagai kota polisi serta penempatan lokasi patung monument polisi.
Wacana branding Kota Sukabumi sebagai kota polisi sudah berlangsung lama. Beberapa waktu lalu, Setukpa Lemdiklat Polri, Yayasan Dapuran Kipahare, dan Masata, menginisiasi kegiatan webinar Kota Sukabumi sebagai kota polisi dalam rangkaian Sukabumi tourism festival. Dalam acara webinar tersebut, Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi mengatakan wacana kota polisi sudah lama didiskusikan, baik formal maupun informal, ini karena dari sisi historis, psikologis, dan empiris, dinyatakan layak Kota Sukabumi dijadikan sebagai kota polisi, oleh karenanya harapan besar untuk terealisasinya city branding Sukabumi sebagai kota polisi.
Fahmi menambahkan Kota Sukabumi dikaitkan dengan kota polisi karena Kota Sukabumi sebagai pembeda dengan daerah lain, tidak ada didaerah lain yang masyarakatnya sedekat masyarakat Sukabumi dengan polisi, julukan kota polisi juga sebagai salah satu untuk membentuk citra positif Kota Sukabumi, dan kota polisi disukabumi sebagai fasilitator pihak luar dan aktivasi dengan pihak internal disukabumi baik dari sisi ekonomi, pariwisata, pendidikan dan sektor lainnya.
Selain daripada itu, Kota Sukabumi memiliki nilai sejarah yang kuat sambung Fahmi, dengan adanya Sekolah Polisi yang dulu namanya Sekolah Polisi Negara kemudian berubah menjadi Akabri Bagian Kepolisian, kemudian berubah lagi menjadi Secapa Polri dan akhirnya saat ini menjadi Setukpa Lemdiklat Polri. Sehingga Kota Sukabumi sulit dipisahkan dari unsur kepolisian, selain dari itu dari sisi psikologis, ketika para siswa Setukpa melaksakan kegiatan pesiar sabtu dan ahad disitu terjadi interaksi antara siswa dan warga Kota Sukabumi sehingga melahirkan komunikasi dan pertukaran kebudayaan karena siswa berasal dari seluruh Indonesia dengan budaya dan bahasa berbeda, sehingga diharapkan kedepannya dapat melahirkan sosok polisi yang ramah, santun sebagaimana karakter Kota Sukabumi. Juga dengan adanya siswa Setukpa dapat menjadi daya ungkit ekonomi di sekitar wilayah Sukabumi, ungkap Ahmad Fahmi.
Kaitannya dengan penetapan Kota Sukabumi sebagai kota polisi, Kasetukpa Lemdiklat Polri Brigjen Pol Mardiaz Kusin Dwihananto, S.I.K., M.Hum menyampaikan bahwa Setukpa merupakan salah satu peninggalan catatan sejarah dengan adanya bangunan bangunan tempo dulu yang ada disetukpa, selain itu juga banyak pimpinan Polri tempo dulu berasal dari Sukabumi, hal ini dapat menguatkan julukan Sukabumi sebagai kota polisi.
Keberadaan Setukpa sangat berpengaruh pada segala aspek kehidupan masyarakat Sukabumi, salah satunya dengan adanya siswa Setukpa maka sektor ekonomi Sukabumi akan hidup, sektor pariwisata juga akan bergairah, pungkas Brigjen Mardiaz.
Dalam mewujudkan Sukabumi sebagai kota polisi, Setukpa bekerjasama dengan Pusjarah Polri dan juga Pemkot Sukabumi akan membangun Museum Polri yang baru di Mess Wisnu Wardhani, mendirikan monument patung polisi, dan Setukpa akan selalu gemakan Sukabumi kota polisi dengan pemasangan tagar dan publish media melalui akun akun medsos yang nantinya juga akan promosikan UMKM dan objek wisata diwilayah Sukabumi, serta berkomitmen akan mewujudkan sosok polisi yang ramah dan santun, sebagaimana karakter Kota Sukabumi, ungkap Brigjen Mardiaz.
Brigjen Mardiaz pun mengajak warga Sukabumi untuk sama sama bertanggung jawab dengan telah ditetapkannya Kota Sukabumi sebagai kota polisi.
Ketua DPC Masata Sukabumi Raya Irman Firmansyah mengatakan dengan ditetapkannya Sukabumi sebagai kota polisi dapat mengangkat bidang sejarah dan pariwisata. Sebab, selama ini tidak banyak orang yang mengetahui sejarah pendidikan polisi yang cukup kuat di Sukabumi, begitupun dengan tokoh-tokoh Polri banyak yang dilahirkan atau lulusan Sukabumi, kata Irman,
Irman yang juga penulis buku “Soekaboemi the Untold Story”, berharap branding Kota Sukabumi sebagai kota polisi dapat mengangkat pariwisata dengan narasi yang bisa digali dan menarik orang untuk berkunjung.
“Semoga ini pun menjadi trigger bagi Mabes Polri untuk menjadikan Sukabumi sebagai percontohan polisi ideal, baik dari infrastruktur manajemen maupun layanan kepolisian,” ucap Irman.
Penetapan Kota Sukabumi sebagai kota polsi juga mendapat apresiasi dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahudin Uno, yang menyampaikan branding yang diusung oleh Kota Sukabumi yaitu sebagai kota polisi sangatlah sesuai untuk dikembangkan karena keberadaan Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Lemdiklat Polri berada di Sukabumi dan berdasarkan dari sisi sejarah juga tidak bisa dilepaskan antara keberadaan masyarakat Sukabumi dengan keterkaitan terhadap polisi dengan potensi tersebut kedepannya diharapkan Kota Sukabumi memiliki berbagai atraksi dan daya tarik yang luar biasa dalam mendukung pengembangan pariwisata yang inklusif berkualitas dan berkelanjutan serta dapat mendatangkan wisatawan Nusantara maupun mancanegara untuk berwisata ke Kota Sukabumi, Kemenparekraf sangat mendukung penetapan Sukabumi sebagai kota polisi, mari kita bersama jaga Indonesia bangkitlah pariwisata Indonesia pulihkan ekonomi dan buka lapangan kerja, ungkap Sandiaga Uno.
Beberapa sumber lain seperti, Yudi Yustawan Kepala Badan Kesbangpol Kota Sukabumi, Rd. Ika Bhinekawati, S.Pd., M.M. Kasi Cagar Budaya Museum Sejarah dan Tradisi Dinas P dan K Kota Sukabumi, Dr. Asep Deni dosen STIE Sukabumi yang juga sebagai motivator, Hendi Faisal juru bicara tim tatakota Sukabumi yang juga arsitek professional dan Sukabumi Heritage, Dedi Suhendra S.Kom seorang pengembang digitalisasi, Dr. Philipphe Grange Guru bahasa Perancis dan atase kedutaan Perancis, mereka menyatakan bahwa untuk mewujudkan branding city Sukabumi sebagai kota polisi, kita jangan pernah malu malu harus berani menyebutkan branding Sukabumi sebagai kota polisi, berani memunculkan sosok polisi baik untuk membangun citra positif Sukabumi sebagai kota polisi, karena didukung fakta sejarah, dengan keberadaan Setukpa sebagai salah satu lembaga pendidikan polisi tertua diindonesia sejak tahun 1925, merupakan catatan history yang kuat untuk menjadikan Sukabumi sebagai kota polisi.(Leodepari)
_____
Renungan
SAMBUTAN RAJA NAJASYI TERHADAP KAUM MUSLIMIN
Siksaan dan teror orang-orang kafir Quraisy terhadap kaum Muslimin tak jua surut. Budak-budak dan orang-orang lemah yang tidak memiliki pembela atau pelindung ini menjadi sasaran pelampiasan kemarahan kaum kafir Quraisy.
Hingga orang-orang lemah ini merasakan kesempitan berada di kota Mekkah tempat mereka berpijak.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia Radhiyallahu anha menceritakan:
Mekkah, ketika itu terasa sempit bagi kami. Para sahabat Rasulullah disiksa dan mendapat cobaan. Mereka melihat siksa dan derita yang menimpa para sahabat karena din (agama) mereka. Pada kondisi seperti itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bisa mencegah penyiksaan ini.
Adapun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , pada saat itu berada dalam perlindungan kaum dan pamannya, sehingga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tertimpa penderitaan, sebagaimana yang telah menimpa kaumnya.
Melihat keberadaan kaumnya yang tertindas ini, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda kepada mereka: “Sesungguhnya di Negeri Habasyah terdapat seorang raja.
Orang di sekitarnya tidak ada yang berbuat zhalim. Pergilah kalian ke negerinya sampai Allah Azza wa Jalla memberikan jalan keluar dan solusi bagi kesulitan yang kalian alami.”
Mendengar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini , maka kami pun pergi secara bergelombang dan berkumpul disana.
Saat itu, kami (merasa) berada di negeri terbaik dan tetangga terbaik. Kami merasa aman dengan din kami dan tidak pernah mengkhawatirkan kezhaliman.[1]
Eksodus ini kemudian dikenal dengan hijrah pertama ke Negeri Habasyah. Yakni terjadi pada bulan Rajab, tahun ke-5 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima wahyu.
Kaum Muslimin meninggalkan Mekkah secara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui kuffar Quraisy. Mereka meninggalkan Mekkah untuk menjaga din.
Mereka menuju Habasyah dengan menyewa perahu dagang. Adapun jumlah orang-orang yang berhijrah pada saat itu, maka para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan 11 laki-laki dan empat wanita. Ada yang mengatakan 12 laki-laki dan empat wanita.[2] Dan ada juga yang mengatakan 12 laki-laki dan lima wanita.
Para sahabat yang hijrah pertama kali ini tidak begitu lama tinggal di Habasyah. Hal ini disebabkan kabar yang mereka dengar, bahwa penduduk Mekkah telah memeluk Islam. Begitu mendengar berita[3] ini, mereka memutuskan untuk kembali ke Mekkah. Yaitu pada bulan Syawwal tahun yang sama.
Saat sudah mendekati Mekkah, mereka baru menyadari jika berita masuknya penduduk Mekkah memeluk Islam itu, ternyata hanya kabar burung. Kenyataannya, api permusuhan yang dikobarkan kafir Quraisy masih menyala, bahkan semakin dahsyat.
Melihat kondisi seperti itu, Rasulullah pun mengidzinkan mereka untuk kembali hijrah menuju Habasyah. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad beliau rahimahullah dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu , beliau Radhiyallahu anhu berkata:“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus kami ke Raja Najasyi. Kami (berjumlah) sekitar delapan puluh laki-laki”.
Di Negeri Habasyah ini para sahabat dapat kembali melaksanakan din (agama) mereka, tanpa dibayangi penyiksaan.
Saat kaum Quraisy mengetahui bahwa kaum Muslimin telah mendapatkan tempat yang aman untuk menjalankan din (agama) mereka, kaum Quraisy marah.
Kemudian, mereka lantas mengutus Amr bin ‘Ash dan ‘Abdullah bin Abi Rabi’ah untuk menghadap Raja Najasyi agar mengenyahkan kaum Muslimin dari Habasyah.
Kedua duta ini dibekali dengan hadiah yang banyak untuk diberikan kepada para pejabat kerajaan Habasyah agar usaha mereka berhasil. Hadiah ini diberikan kepada para pembesar Habasyah, dan kemudian mereka menghadap Raja Najasyi.
Begitu menghadap Raja Najasyi, dua duta Quraisy ini bersujud kepada Sang Raja sebagai tanda hormat, kemudian duduk di sebelah kanan dan sebelah kiri Raja. Mereka lantas berkata:
“Sesungguhnya ada sekelompok orang dari keturunan paman kami tinggal di negeri Tuan. Mereka tidak menyukai kami, juga agama kami”.
Raja Najasyi balik bertanya: “Dimana mereka?”
Dua duta ini menjawab: “Di daerah Tuan. Kirimkan utusan kepada mereka!”
Lalu Raja Najasyi pun mengirimkan kurir untuk memanggil kaum Muslimin yang datang ke Negeri Habasyah. Untuk memenuhi panggilan Sang Raja, maka Ja’far bin Abi Thalib berseru kepada teman-temannya sesama kaum Muslimin: “Pada hari ini, saya adalah juru bicara kalian,” mereka pun mengikuti Ja’far.
Saat masuk ke tempat Raja Najasyi, Ja’far hanya mengucapkan salam tanpa bersujud. Orang-orang yang berada di ruang itu berseru: “Mengapa engkau tidak bersujud kepada Raja?”
Ja’far menjawab,”Kami tidak bersujud, kecuali kepada Allah semata.”
Raja Najasyi bertanya,”Siapa itu?”
Ja’far menjawab,”Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mengutus seorang rasul kepada kami. Dia menyuruh kami agar tidak bersujud kepada siapapun, kecuali kepada Allah Azza wa Jalla , melaksanakan shalat dan menunaikan zakat.”
Amr, duta Quraisy berujar: “Mereka bertentangan dengan Anda dalam masalah Isa bin Maryam.”
Raja Najasyi bertanya,”Apa yang kalian katakan tentang Isa bin Maryam, dan juga tentang ibunya?”
Ja’far menjawab,”Kami mengatakan sebagaimana Allah berfirman,’Isa adalah manusia (yang diciptakan oleh Allah dengan) kalimat dan ruh dari Allah yang disampaikan kepada Maryam, seorang gadis perawan yang tidak pernah dijamah manusia’.”
Mendengar jawaban ini, Raja Najasyi mengangkat sebuah tangkai kayu dari atas tanah, lalu ia berseru: “Wahai, orang-orang Habasyah! Wahai, para pendeta!
Demi Allah! Mereka tidak menambahkan perkataan apapun pada keyakinan kita tentang Isa. Kami mengucapkan selamat kepada kalian dan kepada orang yang mengutus kalian. Aku bersaksi, bahwa dia adalah Rasulullah.
Dialah orang yang kami temukan di dalam kitab Injil. Dialah rasul yang dikabarkan oleh Isa bin Maryam. Tinggallah kalian di manapun yang kalian inginkan!
Demi Allah, kalau bukan karena kekuasaan yang ada padaku, maka sungguh aku datangi dia, sehingga aku menjadi orang yang membawakan sandalnya.”[4]
Kemudian Raja Najasyi menyuruh pengawalnya untuk mengembalikan hadiah dari duta Quraisy ini, lalu duta inipun diusirnya.
Dua utusan Quraisy ini akhirnya pulang dengan membawa kekecewaan yang sangat. Begitu juga kekecewaan menyelimuti orang-orang yang mengutusnya.
Sementara itu, berdasarkan hadits-hadits yang shahih, Raja Najasyi yang belum pernah berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah masuk Islam, dan ia meninggal dalam keadaan muslim.
Sehingga ketika Rasululah n mendengar kabar Raja Najasyi meninggal, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohonkan ampunan untuknya dan melakukan shalat ghaib.[5]
Dari peristiwa hijrah ke Negeri Habasyah ini, kita dapat mengambil pelajaran dan hikmah sebagai berikut.
1. Kisah ini menunjukkan bahwa hijrah disyari’atkan dalam Islam. Yang dimaksud dengan hijrah, yaitu pindah dari negeri kufur ke negeri Islam.
Yakni, jika seorang muslim tidak bisa beribadah kepada Allah Azza wa Jalla , dia pun hijrah menuju negeri atau tempat yang memungkinkannya dapat melaksanakan ibadah tanpa ada gangguan.
2. Jika diperlukan, seorang muslim boleh meminta perlindungan kepada non muslim.
3. Di antara yang dapat menopang Islama, yaitu pengorbanan harta, negara dan jiwa, karena semua ini tidak bermanfaat, jika din ini tak ada pada diri seseorang. (Nsd)
Maraji’:
1.As-Siratun-Nabawiyyah fî Dhau-il Mashâdiril-Ashliyyah, Doktor Mahdi Rizqullah Ahmad.
2.Shahihus-Siratin-Nabawiyyah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XI/1428H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
___
Footnote
[1]. Lihat Shahihus Siratin Nabawiyyah, hlm. 170.
[2]. Pendapat ini yang dipilih oleh Ibnul-Qayyim dalam Zâdul-Ma’ad (3/23). Lihat As-Siratun-Nabawiyah fî Dhau-il Mashadiril-Ashliyyah, hlm. 197.
[3]. Yang dimaksud yaitu berita sujudnya orang-orang kafir Quraisy bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat An-Najm di tengah sekelompok kaum Muslimin dan kaum musyrikin. Penutup surat ini membuat hati yang mendengarnya takjub. Saat bacaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai pada firman Allah Azza wa Jalla , yang artinya: dan negeri-negeri kaum Luth yang telah dihancurkan Allah, lalu Allah menimpakan atas negeri itu adzab besar yang menimpanya. Maka terhadap nikmat Rabbmu yang manakah kamu ragu-ragu? Ini (Muhammad) adalah seorang pemberi peringatan di antara pemberi-pemberi peringatan yang telah terdahulu. Telah dekat terjadinya hari Kiamat. Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah. Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini. Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis. Sedang kamu melalaikan(nya). Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia). [An-Najm/53:53-62].
Saat itulah cahaya kebenaran mengalahkan kesombongan orang-orang kafir Quraisy. Mereka tidak mampu menahan diri untuk bersujud kepada Allah Azza wa Jalla , padahal mereka bukan kaum Muslimin. Sampai-sampai Walid bin Al-Mughirah (ada yang mengatakan Umayyah bin Khalaf, Red.), yaitu seorang tua yang senantiasa menentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini pun ikut bersujud, tetapi dia tidak seperti lainnya yang sujud di atas tanah sebagaimana kaum Muslimin. Orang tua ini mengambil segenggam tanah, lalu ditempelkan ke wajahnya seraya berkata “cukuplah ini bagiku”, sebagaimana diceritakan dalam hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim.
Ketika mereka menyadari perbuatan tersebut, merekapun menyesali dengan dalih, bahwa mereka tidak bersujud bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melainkan karena Muhammad memuji berhala-berhala mereka. (Lihat Fiqhus-Sirah [hlm. 117-118], As-Siratun-Nabawiyyah fi Dhau-il-Mashâdiril-Asliyyah [hlm. 205-206]).
[4]. Shahihus-Siratin-Nabawiyyah, hlm. 166.
[5]. HR Bukhari dan Muslim. Lihat, Shahihus-Siratin-Nabawiyyah, hlm. 182.
[6].As-Siratun-Nabawiyyah fi Dhau-il-Mashâdiril-Ashliyyah, hlm. 210