mascipoldotcom – Jum’at, 1 April 2022 (28 Sya’ban 1443 H)
Jakarya – Guna menjaga harkamtibmas dalam rangka menyambut bulan suci ramadhan, Polsek Kembangan menggelar kegiatan silaturahmi bersama Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (pokdar kamtibmas), Kamis, 31/3/2022.
Kegiatan tatap muka tersebut selain untuk menjalin silaturahmi juga ingin meminta saran dan pendapat agar bisa bersama sama dalam menjaga segala bentuk gangguan Kamtibmas yang berada diwilayah kembangan Jakarta Barat
Kapolsek Kembangan Polres Metro Jakarta Barat Kompol Binsar H Sianturi mengatakan menjelang masuknya bulan suci ramadhan kami jajaran polsek kembangan melakukan silaturahmi dan dialog bersama menciptakan harkamtibmas yang aman dan kondusif
“Kegiatan silaturahmi ini untuk bersama sama mencari solusi terbaik dan berkerja sama dalam menjaga wilayah kembangan yang aman dan kondusif,” ujar Kompol Binsar H Sianturi saat dikonfirmasi, Jumat, 1/4/2022
Binsar menjelaskan saat ini kami telah bekerjasama dengan baik dengan para jajaran pokdar kamtibmas
“Kehadiran rekan rekan pokdar kamtibmas sangat dibutuhkan dalam membantu polri guna menjalankan tugas dilapangan khususnya pada saat bulan suci Ramadhan,” ucapnya
Ramadhan ini kita harus bekerja lebih maksimal agar wilayah kembangan Jakarta Barat aman dan kondusif sehingga masyarakat dapat menjalankan ibadah suci dibulan ramadhan ini dengan khusyuk tutupnya. (Humas Polres Metro Jakarta Barat/Ashary Gondes)
___
Renungan
PANDANGAN MATERIALISTIS TERHADAP KEHIDUPAN DAN BAHAYA-BAHAYANYA
Oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan
Ada dua sudut pandang terhadap kehidupan dunia. Pertama : Pandangan Materialistis. Kedua : Pandangan Yang Benar. Masing-masing pandang tersebut memiliki pengaruhnya sendiri.
Makna Pandangan Materialistis Terhadap Dunia
Yaitu pemikiran seseorang yang hanya terbatas pada bagaimana mendapatkan kenikmatan sesaat di dunia, sehingga apa yang diusahakannya hanya seputar masalah tersebut.
Pikirannya tidak melampui hal tersebut, ia tidak mempedulikan akibat-akibatnya, tidak pula berbuat dan memperhatikan masalah tersebut. Ia tidak mengetahui bahwa Allah menjadikan dunia ini sebagai ladang akhirat. Allah menjadikan dunia ini sebagai kampung beramal dan akhirat sebagai kampung balasan.
Maka barangiapa mengisi dunianya dengan amal shalih, niscaya ia mendapatkan keberuntungan di dua kampung tersebut. Sebaliknya barangsiapa menyia-nyiakan dunianya, niscaya ia akan kehilangan akhiratnya.
Allah berfirman.
خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
“Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata” [Al-Hajj/22 : 11]
Allah tidak menciptakan dunia ini untuk main-main, tetapi Allah menciptakannya untuk suatu hikmah yang agung.
Allah berfirman.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”. [Al-Mulk/67 : 2]
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya” [Al-Kahfi/18 : 7]
Demikianlah, Allah menjadikan di atas dunia ini berbagai kenikmatan sesaat dan perhiasan lahiriyah, baik berupa harta, anak-anak, pangkat, kekuasaan dan berbagai macam kenimatan lain yang tidak mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Di antara manusia –dan jumlah mereka mayoritas- ada yang menyempitkan pandangannya hanya pada lahiriyah dan kenikmatan-kenikmatan dunia semata.
Mereka memuaskan nafsunya dengan berbagai hal tersebut dan tidak merenungkan rahasia di balik itu. Karenanya, mereka sibuk untuk mendapatkan dan mengumpulkan dunia dengan melupakan amal untuk sesudah mati. Bahkan mereka mengingkari adanya kehidupan selain kehidupan dunia, sebagaimana firman Allah.
وَقَالُوا إِنْ هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ
“Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan” [Al-An’am/6 : 29]
Allah mengancam orang yang memiliki pandangan seperti ini terhadap dunia, sebagaimana firman-Nya.
إِنَّ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا وَرَضُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّوا بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آيَاتِنَا غَافِلُونَ﴿٧﴾أُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمُ النَّارُ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tentram dengan kehidupan dunia itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah Neraka, disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan” [Yunus/10 : 7-8]
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ ﴿١٥﴾ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan perkerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali Neraka dan lenyaplah di akhirat apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” [Hud/11 :15-16]
Ancaman di atas berlaku bagi semua yang memiliki pandangan materailistis tersebut, mereka yang memiliki amal akhirat, tetapi menghendaki kehidupan dunia, seperti orang-orang munafik, orang-orang yang berpura-pura dengan amal perbuatan atau orang-orang kafir yang tidak percaya terhadap adanya kebangkitan dan hisab (perhitungan amal).
Sebagaimana keadaan orang-orang Jahiliyah dan aliran-aliran destruktif (merusak) seperti kapitalisme, komunisme, sekulerisme dan atheisme. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahui nilai kehidupan dan pandangan mereka terhadap dunia tidak lebih dari pandangan binatang, bahkan lebih sesat dari binatang.
Sebab mereka menafikal akal mereka, menundukkan kemampuan mereka dan menyia-nyiakan waktu mereka yang tidak akan kekal untuknya, juga mereka tidak melakukan amalan untuk tempat kembali mereka yang telah menunggu, dan mereka pasti menuju kesana.
Adapun binatang, maka tidak ada tempat kembali yang menunggunya, juga tidak memiliki akal untuk berfikir seperti manusia, karena itu Allah berfirman tentang mereka.
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)” [Al-Furqan/25 : 44]
Allah menyifati orang-orang yang memiliki pandangan ini dengan sifat tidak memiliki ilmu.
Allah berfirman.
وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٦﴾ يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” [Ar-Rum/30 : 6-7]
Meskipun mereka ahli di bidang berbagai penemuan dan isndustri, tetapi pada hakikatnya mereka adalah orang-orang bodoh yang tidak pantas mendapatkan julukan alim, sebaba ilmu mereka tidak lebih dari ilmu lahiriyah kehidupan dunia, sedangkan ia adalah ilmu yang dangkal, sehingga memang tidak selayaknya para pemiliknya mendapat gelar mulia, yakni gelar ulama, tetapi gelar ini diberikan kepada orang-orang yang mengenal Allah dan takut kepadaNya, sebagaimana firmanNya.
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya hanyalah ulama” [Fathir/35 : 28]
Termasuk pandangan materialistis terhadap kehidupan dunia ini adalah apa yang disebutkan Allah dalam kisah Qarun dan kekayaan yang diberikan kepadanya.
Allah befirman.
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ ۖ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
“Maka keluarlah Qarun kepada kaummnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia. ‘Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun sesunggunya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar” [Al-Qashash/28 : 79]
Mereka mengangan-angankan dan menginginkan memiliki kekayaan seperti Qarun seraya menyifatinya telah mendapatkan keberuntungan yang besar, yakni berdasarkan pandangan mereka yang materialistis.
Hal ini seperti keadaan sekarang di negara-negara kafir yang memiliki kemajuan di bidang teknologi industri dan ekonomi, lalu umat Islam yang lemah imannya memandang mereka dengan pandangan kekaguman tanpa melihat kekufuran mereka serta apa yang bakal menimpa mereka dari kesudahan yang buruk.
Pandangan yang salah ini lalu mendorong mereka mengagungkan orang-orang kafir dan memuliakan mereka dalam jiwa mereka serta menyerupai mereka dalam tingkah laku dan kebiasaan-kebiasaan mereka yang buruk.
Ironinya, mereka tidak meniru dalam kesemangatan mereka dalam mempersiapkan kekuatan serta hal-hal bermanfaat lainnya, misalnya di bidang penemuan-penemuan dan teknologi.
Pandangan Yang Benar Terhadap Kehidupan
Yaitu pandangan yang menyatakan bahwa apa yang ada di dunia ini, baik harta kekuasaan dan kekuatan materi lainnya hanyalah sebagai sarana untuk amal akhirat. Karena itu, pada hakikatnya dunia bukanlah tercela karena dirinya, tetapi pujian atau celaan itu tergantung pada perbuatan hamba di dalamnya. Dunia ini adalah jembatan penyebrangan menuju akhirat dan daripadanya bakal menuju Surga.
Dan kehidupan baik yang diperoleh penduduk Surga tidak lain kecuali berdasarkan apa yang telah mereka tanam ketika di dunia. Maka dunia adalah kampung jihad, shalat, puasa, dan infak di jalan Allah, serta medan laga untuk berlomba dalam kebaikan. Allah berfirman kepada penduduk Surga.
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ
“(Kepada mereka dikatakan), ‘Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu (ketika di dunia)” [Al-Haqqah/69 : 24]
[Disalin dari kitab At-Tauhid Lish-Shaffits Tsalis Al-Ali, edisi Indonesia Kitab Tauhid-3, Penulis Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Penerjemah Ainul Harits Arifin Lc, Penerbit Darul Haq – Jakarta]