mascipoldotcom – Sabtu, 26 Maret 2022 (22 Sya’ban 1443 H)
Tamansari – Menanggapi fenomena tawuran, Kapolsek Metro Tamansari AKBP Rohman Yonky Dilatha mengelar Deklarasi serentak tolak Tawuran di Wilayah Hukum Polsek Metro Tamansari, Jakarta Barat. Sabtu (26/3/2022)
Tradisi tawuran antar memang sudah ada sejak dulu, nampaknya tradisi itu terus berlanjut hingga saat ini. Bahkan, Aksi tawuran ini hampir setiap hari terjadi, parahnya lagi para pelaku tawuran dengan gagahnya memamerkan senjata tajam di tengah keramaian.
“Deklarasi ini sebentuk komitmen kami bersama TNI, POLRI, RT, RW, Kelurahan, Kecamatan dan pihak terkait untuk memberantas aksi tawuran, kata AKBP Yonky.
Yonky melanjutkan, Deklarasi ini juga serentak dilakukan di 8 Kelurahan, Kecamatan Tamansari. Tindakan nyata dari Deklarasi ini akan ada kegiatan pembinaan penyuluhan, sebagai pencegahan dan penanganan tawuran yang melibatkan para pelaku tawuran.
Tawuran sering kali memakan korban, baik korban luka maupun meninggal dunia. Deklarasi adalah sebuah langkah, upaya mencegah terjadinya kegiatan yang merugikan karena masalah tawuran.
“Kami bersama intansi terkait harus berperan aktif, bagaimana mengatasi masalah tawuran di Wilayah Hukum Polsek Metro Tamansari, Jakarta Barat ini agar bisa diminimalisir bahkan kemudian kita bisa hilangkan,” tutup Kapolsek AKBP Rohman Yonky Dilatha.(Humas Polsek Tamansari/Ashary Gondes)
___________
Renungan
KEUTAMAAN BERJABAT TANGAN KETIKA BERTEMU
https://almanhaj.or.id/2658-keutamaan-berjabat-tangan-ketika-bertemu.html
عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا ) رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه وأحمد، وهو حديث صحيح لغيره(
Dari al-Barâ’ bin ‘Azib Radhiyallahu anhu, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah dua orang Muslim saling bertemu kemudian berjabat tangan, kecuali akan diampuni (dosa-dosa) mereka berdua sebelum mereka berpisah” [HR Abu Dâwud no. 5212, at-Tirmidzi no. 2727, Ibnu Mâjah no. 3703 dan Ahmad 4/289. Lihat Silsilah ash-Shahîhah no. 525].
Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan mushâfahah (berjabat-tangan) ketika bertemu, dan ini merupakan perkara yang dianjurkan berdasarkan kesepakatan para Ulama[1], bahkan hukumnya adalah sunnah muakkadah (sangat ditekankan)[2].
Pengertian berjabat-tangan dalam hadits ini adalah berjabat tangan dengan satu tangan, yaitu tangan kanan, dari kedua belah pihak[3]. Cara berjabat tangan seperti ini diterangkan dalam banyak hadits yang shahih.
Dan inilah arti berjabat-tangan secara bahasa[4]. Oleh karena itu, bila dilakukan dengan dua tangan, ini adalah cara yang menyelisihi petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam[5].
Berjabat-tangan juga disunnahkan ketika berpisah, berdasarkan sebuah hadits yang dikuatkan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah [6]. Maka pendapat yang mengatakan berjabat tangan ketika berpisah tidak disyariatkan adalah pendapat yang tidak memiliki dalil/argumentasi. Meskipun anjurannya tidak sekuat anjuran berjabat-tangan ketika bertemu[7].
Karena berjabat-tangan termasuk ibadah yang disyariatkan ketika bertemu dan berpisah, maka melakukannya di selain kedua waktu tersebut, misalnya setelah shalat lima waktu, adalah perbuatan yang menyimpang dari Sunnah.
Bahkan sebagian Ulama menilainya sebagai perbuatan bid’ah. Di antara para Ulama yang melarang perbuatan tersebut adalah al-‘Izz bin ‘Abdussalâm, Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syâfi’i, Quthbuddîn bin ‘Alâ-uddîn al-Makki al-Hanafi, al-Laknawi rahimahumullâh dan lain-lain[8].
Adapun berjabat-tangan setelah shalat bagi dua orang yang baru bertemu pada waktu itu, maka ini dianjurkan, karena niat keduanya adalah berjabat-tangan karena bertemu, bukan karena shalat. Hal ini disampaikan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahîhah (1/53).
Mencium tangan seorang guru/ustadz ketika bertemu dengannya adalah diperbolehkan, berdasarkan beberapa hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatan para Ulama Salaf. Namun harus disertai beberapa syarat yang harus terpenuhi, yaitu:
Tidak menjadikan hal itu sebagai kebiasaan, karena para Sahabat Radhiyallahu anhum sendiri tidak sering melakukannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Terlebih lagi, jika hal itu dilakukan dengan tujuan mencari berkah dengan mencium tangan sang guru, (jelas ini tidak boleh, red).
Perbuatan itu tidak membuat sang guru menjadi sombong dan merasa dirinya besar di hadapan orang lain, seperti yang sering terjadi saat ini.
Jangan sampai hal itu menjadikan kita meninggalkan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih utama dan lebih dianjurkan ketika bertemu, yaitu berjabat-tangan, sebagaimana telah dipaparkan di atas[9]. (Ustadz ‘Abdullah Taslim, MA)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.]
_______
Footnote
[1] Lihat Fathul Bâri (11/55) dan Syarh Shahîh Muslim (17/101)
[2] Lihat Faidhul Qadîr (5/499).
[3] Lihat Tuhfatul Ahwadzi (7/429) dan ‘Aunul Ma’bud (14/80)
[4] Lihat Lisânul ‘Arab” (2/512)
[5] Lihat kitab Silsilah ash-Shahîhah (1/51-52)
[6] Dalam Silsilah ash-Shahîhah (1/48)
[7] Ibid (1/52-53)
[8] (Lihat nukilan ucapan mereka dalam kitab al-Qaulul Mubîn fi Akhthâil Mushallîn hlm. 294-296)
[9] Lihat Silsilah ash-Shahîhah (1/302)