IMG 20220301 WA0046

Kapolrestabes Medan Pimpin Apel Pasukan Operasi Keselamatan Toba 2022

mascipoldotcom – Selasa, 1 Maret 2022 (27 Rajab 1443 H)

Medan – Polrestabes Medan laksanakan Apel Gelar Pasukan Operasi Keselamatan Toba 2022 yang dipimpin langsung oleh Kapolrestabes Medan Kombes Pol Valentino Alfa Tatareda SH., S.l.K., M.Si di Lapangan Apel Polrestabes Medan, Selasa (01/03).

Pelaksanaan apel gelar pasukan ini dilakukan secara serentak di seluruh jajaran Polda Sumut dengan tujuan sebagai bentuk kesiapan personel dan sarana prasarana yang akan dilibatkan pada Operasi Keselamatan Toba 2022 sekaligus menunjukkan kesiapan penyelenggaraan operasi kepada publik sehingga masyarakat Sumatera Utara dapat patuh dan disiplin dalam beralu lintas sehingga angka pelanggaran maupun kecelakaan lalu lintas dapat menurun dan penyebaran pandemi Covid-19 dapat dicegah.

Adapun sasaran operasi keselamatan toba 2022 yakni para pelaksana operasi mampu mengantisipasi segala bentuk potensi gangguan, ambang gangguan dan gangguan nyata sebelum pada saat dan pasca operasi yang dapat menghambat dan mengganggu kamseltibcarlantas serta penyebarab pandemi Covid-19 khususnya menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1443H.

Melalui Apel Glear Pasukan Operasi Keselamatan Toba Tahun 2022 ini, Polrestabes Medan beserta jajaran lainnya siap sedia menjaga keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas dengan mengedepankan giat preemtif dan preventif guna meningkatkan simpati masyarakat.

Operasi Keselamatan Toba 2022 dilaksanakan selama 14 hari dimulai dari tanggal 1 Maret sampai dengan 14 Maret 2022. Dengan target operasi yakin masyarakat pengguna jalan, kendaraan angkutan umum dan pribadi, titik lokasi rawan kemacetan, pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas serta kegiatan masyarakat dalam berlalu lintas yang dapat menimbilkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

Kapolrestabes Medan juga menyampaikan bahwa untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan tugas operasi ini, terdapat cara bertindak untuk dipedomani dan dilaksanakan diantaranya yaitu melakukan deteksi dini, penyelidikan, pengamanan, penggalangan dan peketaan terhadap lokasi rawan kemacetan, pelanggaran dan kecelakaan serta lokasi rawan penyebaran covid-19, memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang kamseltibcarlantas dan bahaya penyebaran virus corona melalui kegiatan sosialisasi seperti pemasangan spanduk, banner, baiho, penyebaran leaflet dan sticker.

“Tingkatkan edukasi, penerangan dan bangun kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu lintas dan mematuhi protokol kesehatan” pungkasnya.

Turut Hadir dalam kegiatan ini Walikota Medan (diwakili), Waka Polrestabes Medan, Dandim 0201/ Medan (diwakili), Danden Pom 1/5, Ketua PN Medan, Ketua Kejari Medan, Para Kabag Polrestabes Medan, Para Kasat Polrestabes Medan, Para Kasi Polrestabes Medan, Para Kapolsek Jajaran Polrestabes Medan, Kanit Lantas Polsek Jajaran Polrestabes Medan, Denpom 1/5, Kodim 0201/Medan, Pleton Gabungan Restabes, Sat Samapta, Sat Intelkam, Sat Reskrim, Sat Narkoba, Sat Lantas , Provos, Sat Pol-PP Kota Medan, Dinas Perhubungan Kota Medan dan Komimfo Medan. (Leodepari)

____________

Renungan

NASIHAT DAN WASIAT UNTUK PARA PENUNTUT ILMU

Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

TIDAK BOLEH MENYEMBUNYIKAN ILMU

Menyembunyikan ilmu adalah satu sifat tercela yang disandang oleh Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), yaitu mereka menyembunyikan kebenaran risalah Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dalam Kitab suci keduanya: Taurat dan Injil.

Apabila seseorang mengetahui suatu ilmu, kemudian ada orang lain yang bertanya tentang ilmu ter-sebut maka ia harus menyampaikan ilmu tersebut kepadanya. Sebab apabila tidak dilakukan dan ia menyembunyikan ilmunya itu, ia terkena ancaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أُلْـجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ.

“Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan di-belenggu pada hari Kiamat dengan tali kekang dari Neraka.”[1]

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ ۙ أُولَٰئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat.” [Al-Baqarah/2: 159]

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullaah mengatakan, “Seorang penuntut ilmu hendaklah memberikan ilmunya kepada penuntut ilmu selainnya dan tidak menyembunyikan suatu ilmu pun karena ada larangan keras dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam terhadap perbuatan tersebut.”[2]

Selain itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikan perumpamaan bagi orang yang menyem-bunyikan ilmu dalam sabda beliau,

مَثَلُ الَّذِيْ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ ثُمَّ لاَ يُـحَدِّثُ بِهِ كَمَثَلِ الَّذِيْ يَكْنِزُ الْكَنْزَ فَلاَ يُنْفِقُ مِنْهُ.

“Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu kemudian tidak menceritakannya (tidak mendakwahkannya), seperti orang yang menyimpan perbendaharaan lalu tidak menginfakkannya.”[3]

Ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang berkaitan tentang apa yang wajib diketahui oleh setiap Muslim dari urusan agamanya.

Selain itu, menyampaikan ilmu hanyalah kepada orang yang layak menerimanya. Adapun orang yang tidak layak menerima ilmu itu, maka boleh menyembunyikan ilmu darinya. Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Syakir rahimahullaah mengatakan, “Menyampaikan ilmu hukumnya wajib dan tidak boleh menyembunyikannya, namun mereka (para ulama) mengkhususkan hal itu bagi orang yang berkopetensi (layak) menerimanya.

Diperbolehkan menyembunyikan ilmu kepada orang yang belum siap menerimanya, demikian juga kepada orang yang terus-menerus melakukan kesalahan setelah diberikan cara yang benar.”[4]

PENUNTUT ILMU HARUS TUNDUK PADA KEBENARAN

Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu pernah berkata, “Allah Ta’ala adalah Hakim Yang Mahaadil dalam memberikan hukuman. Dia-lah Dzat yang Nama-Nya Mahatinggi. Dan orang-orang yang meragukan hal itu akan binasa.”[5]

‘Abdurrahman bin ‘Abdillah bin Mas’ud rahimahullaah berkata, “Ada seseorang yang datang kepada ‘Abdullah bin Mas’ud seraya berkata, ‘Wahai Abu ‘Abdirrahman, beritahukan kepadaku kalimat yang simpel namun banyak mengandung manfaat!’ ‘Abdullah menjawab, ‘Jangan sekali-kali engkau menyekutukan Allah. Berjalanlah bersama Al-Qur-an kemana saja engkau pergi.

Jika ada kebenaran yang datang kepadamu, janganlah segan-segan untuk menerimanya sekalipun kebenaran itu jauh letaknya dan tidak menyenangkan. Dan jika ada kebathilan yang datang kepadamu, tolaklah ia jauh-jauh sekalipun kebathilan itu sangat dekat letaknya dan sangat kausukai.’”[6]

Imam asy-Syafi’i rahimahullaah mengatakan, “Ketika aku meriwayatkan hadits shahih dari Rasulullah dan aku tidak menggunakannya, maka aku bersaksi pada kalian semua bahwa (sejak itulah) kewarasan akalku telah hilang.”[7]

Beliau juga berkata, “Apabila ada seseorang yang mengingkari dan menolak kebenaran berada di hadapanku, maka aku tidak akan menaruh hormat lagi kepadanya. Dan barangsiapa yang menerima kebenaran, maka aku pun akan menghormati dan tanpa ragu akan mencintainya.”[8]

Orang yang sombong adalah orang yang menolak kebenaran, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

…اَلْكِبْرُ بَطَرُ الْـحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ.

“…Yang dikatakan sombong adalah menolak kebenaran dan melecehkan manusia.”[9]

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
_______
Footnote
[1] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3658), at-Tirmidzi (no. 2649), dan Ibnu Majah (no. 266), ini lafazh Ibnu Majah, dari Shahabat Abu Hurairah. Lihat Shahih Sunan Abi Dawud (II/441), Shahih Sunan at-Tirmidzi (II/336, no. 2135), dan Shahih Sunan Ibni Majah (I/49, no. 213).
[2] Lihat al-Baa’itsul Hatsiits (II/440).
[3] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath (no. 693), dari Shahabt Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 3479).
[4] Lihat al-Baa’itsul Hatsiits (II/440).
[5] Siyar A’laamin Nubalaa’ (I/357).
[6] Shifatush Shafwah (I/183), cet. II, Maktabah Nazar Musthafa al-Baaz, th. 1418 H.
[7] Siyar A’laamin Nubalaa’ (X/34).
[8] Ibid (X/33).
[9] Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 91 (147)) dan at-Tirmidzi (no. 1999).