mascipoldotcom – Kamis, 10 Pebruari 2022 (9 Rajab 1443 H)
Bekasi – Pemerintah kembali memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali yang berlaku mulai 8 – 14 Februari 2022. Pada penerapan PPKM kali ini, ada sejumlah daerah yang naik asesmennya ke level 3, salah satunya Kabupaten Bekasi.
Adapun, penetapan level pada PPKM Jawa-Bali periode 8-14 Februari 2022 diatur dalam Imendagri Nomor 09 Tahun 2022 yang diteken Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian pada 7 Februari 2022.
Dalam upaya menjadikan keadaan lebih baik, dalam situasi saat ini, Polsek Cibarusah Polres Metro Bekasi, Polda Metro Jaya, menggelar kegiatan Patroli/Ops Yustisi pengawasan Protokol Kesehatan pada masa PPKM Level 3 di wilayah hukum Polsek Cibarusah, Kamis (10/02/2022) pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai.
Kapolsek Cibarusah, AKP Josman Harianja,SH melalui Kanit Samapta Iptu Indradi menyampaikan, sasaran kegiatan ops yustisi ini antara lain, pengawasan protokol kesehatan dan pembagian masker terutama untuk lansia di sekitar area pasar Cibarusah.
“Kami mengadakan giat ops yustisi ini disekitar area pasar Cibarusah disamping pembagian masker juga melakukan pengawasan protokol kesehatan,” ujar Iptu Indradi kepada media mascipol.
Ops Yustisi yang dipimpin oleh Iptu Indradi melibatkan 5 pesonil anggota Polsek Cibarusah dan 2 personil anggota Koramil 09/Cibarusah.
“Inti kegiatan Ops Yustisi bersama anggota Koramil 09/Cibarusah hari ini adalah memberikan himbauan kepada warga masyarakat pengunjung pasar untuk tetap memperhatikan prokes yang ketat dan memberikan edukasi agar selalu menjaga jarak serta selalu menggunakan masker,” pungkaanya. (Wati Ummu Arfi)
__________
Renungan
BAGAIMANA MENDIDIK ANAK AGAR MENJADI SHOLEH
Pertanyaan
Saya mengalami kesulitan dalam mendidik anak-anak saya agar mereka menjadi anak saleh. Saya jadi sering marah dan memukul mereka. Mohon nasehatkan saya dalam masalah ini, juga beritahukan saya buku yang bermanfaat tentang hal ini.
Jawaban
Alhamdulillah.
Pendidikan anak merupakan kewajiban orang tua. Allah Ta’ala telah memerintahkan dalam Al-Quran, begitupula Rasululllah shallallahu alaihi wa sallam dalam haditsnya.
Firman Allah Ta’ala,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [At-Tahrim/66: 6]
Imam Ath-Thabari dalam tafsirnya tentang ayat ini berkata :
“Wahai orang yang benar keimanannya terhadap Allah dan Rasul-Nya, ‘Peliharalah diri kalian,’ Hendaklah satu sama lain saling mengajarkan sesuatu yang membuat kalian dapat berlindung dan terhindar dari neraka, yaitu apabila mereka beramal dalam ketaatan kepada Allah.
Sedangkan firman-Nya ‘Dan (lindungi) keluarga kalian dari neraka.’ Maksudnya adalah ajarkan keluarga kalian amal ketaatan kepada Allah yang dapat melindungi mereka dari api neraka [Tafsir Ath-Thabari, 28/165]
Al-Qurthubi berkata :
“Muqatil berkata, ini merupakan hak yang menjadi kewajiban terhadap dirinya, anaknya, keluarganya dan budaknya. Ilkia berkata, ‘Kita wajib mengajakan agama dan kebaikan terhadap anak-anak kita, atau adab apa saja yang tidak dapat mereka tinggalkan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَأْمُرْ اَهْلَكَ بِالصَّلٰوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَاۗ
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” [Thaha/20: 132]
Atau juga sebagaimana firman Allah Ta’ala kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
وَاَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الْاَقْرَبِيْنَ ۙ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,” [Asy-Syuara/26: 214]
Juga terdapat dalam hadits
مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ
“Perintahkan mereka (anak-anak kalian) untuk melaksanakan shalat saat mereka berusia tujuh tahun.”
[Tafsir Al-Qurthubi, 18/196]
Seorang muslim, siapapun dia, adalah orang yang mengajak kepada jalan Allah Ta’ala, maka jadikanlah orang yang pertama mendapatkan dakwahnya adalah anak-anak dan keluarganya, kemudian orang-orang berikutnya. Allah Ta’ala, saat menugaskan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk berdakwah, Dia berfirman kepadanya, وَاَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الْاَقْرَبِيْنَ ۙ “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,” (Asy-Syuara/26: 214), karena mereka adalah orang yang paling berhak mendapatkan kebaikan dan kasih sayangnya.
وجعل الرسول صلى الله عليه وسلم مسؤولية رعاية الأولاد على الوالدين وطالبهم بذلك
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga menjadikan perawatan anak sebagai tanggung jawab orang tua dan menuntut mereka untuk itu.
Dari Abdullah bin Umar, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,”
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ. فَالإمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ. أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ ” . رواهالبخاري ( 853 ) ومسلم ( 1829 )
“Semua kalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang orang-orang yang kalian pimpin. Kepala negara adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang bapak pemimpin dalam keluarganya, dan dia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang ibu pemimpin di rumah suaminya. Pembantu pemimpin terhadap harta masjiannya dan akan ditanya akan kepemipinannya.
Dan saya mengira telah mengatakan, seseorang peminpin terhadap harta ayahnya dan akan ditanya terhadap kepemimpinannya. Masing-masing kalian adalah pemimpin dan akan ditanya terhadap kepemimpinannya” [HR. Bukhari, no. 853, Muslim, 1829]
Di antara kewajiban anda menumbuhkan sejak dini kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya serta mencintai ajaran Islam. Hendaknya anda kabarkan bahwa Allah memiliki neraka dan surga. Neraka Allah sangat panas, bahan bakarnya dari manusia dan batu.
Berikut ini sebuah kisah yang memiliki pelajaran;
Ibnu Al-Jauzi berkata :
“Ada seorang raja yang memiliki banyak harta. Dia memiliki anak tunggal wanita, tidak ada lagi anak selainnya, karenanya dia sangat mencintainya dan sangat memanjakannya dengan berbagai mainan. Hal tersebut berlangsung sekian lama. Suatu saat ada seorang ahli ibadah yang bermalam di rumah sang raja. Maka di malam hari dia membaca Al-Quran dengan suara keras, dia membaca, “Wahai orang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari neraka, bahan bakarnya dari manusia dan batu.” Sang puteri mendengar bacaannya, lalu dia berkata kepada para pembantunya, ‘Hentikan dia.’
Tapi para pembantunya tidak menghentikannya sehingga orang tersebut terus mengulang-ulang bacanya. Maka dia masukkan tangannya ke bajunya dan merobeknya. Lalu para pembantunya melaporkan kejadian tersebut kepada sang bapak. Maka sang bapak menemuinya seraya berkata dan memeluknya, “Apa yang engkau alami malam ini anakku sayang.
”Sang anak berkata, “Aku bertanya kepadamu demi Allah wahai ayah, apakah Allah Azza wa Jalla memiliki neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu?” Dia berkata, “Ya,” Maka sang anak berkata, “Apa yang menghalangimu untuk memberitahu aku hal ini. Demi Allah, aku tidak akan memakan makanan lezat dan tidur di tempat yang empuk sebelum aku mengetahui dimana tempatku, di surga atau neraka.” [Shofwatu Ash-Shafwah, 4/437-438]
Selayaknya anda menjauhkan mereka dari tempat-tempat keburukan dan kelalaian. Jangan biarkan mereka dididik dengan cara yang buruk, baik melalui televisi atau selainnya dan kemudian anda mengharapkan kesalehannya. Orang yang menanam duri tidak akan memanen anggur. Hendaknya pendidikan tersebut telah ditanam sejak kecil agar mudah baginya ketika dia sudah besar untuk memerintah dan melarangnya, dan mudah baginya untuk mentaati anda.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallah alaihi wa sallam bersabda.
مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Perintahkan anak kalian untuk melakukan shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila berusia sepuluh tahun, lalu pisahkan ranjang di antara mereka.” [HR. Abu Daud, no. 495, dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami, no. 5868]
Akan tetapi hendaknya bagi pendidik untuk bersikap lembut dan santun, memudahkan dan akrab, tidak berkata kasar, berlaku keras dan mendiskusikan dengan cara yang baik. Hindari celaan dan caci maki hingga pukulan. Kecuali jika sang anak durhaka dan menganggap remeh perintah bapaknya, meninggalkan perkara yang diwajibkan dan melakukan perkara yang diharamkan. Ketika itu diutamakan bersikap namun tidak sampai menimbulkan bahaya.
“Seseorang yang mendidik anaknya ketika dia berusia balig dan telah berakal dengan pendidikan yang dapat mengantarkannya pada akhlak orang-orang saleh dan melindunginya agar tidak bergaul dengan orang-orang rusak, kemudian mengajarkannya Al-Quran, adab, bahasa Arab, kemudian dia memperdengarkan sang anak kisah-kisah dan ucapan para salaf, lalu mengajarkannya ajaran agama yang tidak boleh ditinggalkan, kemudian dia mengancam memukulnya apabila sang anak tidak shalat, semua itu lebih baik baginya daripada dia bersadaqah satu sha’.
Karena jika dia mendidiknya, maka perbuatannya termasuk shadaqah jariyah, sementara sadaqah satu sha’, pahalanya akan terputus. Sementara yang pertama tetap terus mengalir selama sang anak masih ada. Dan adab adalah makanan jiwa dan pendidikannya untuk akhirat kelak ‘Jagalah diri kamu semua dan keluargamu dari api neraka.’ SQ. At-Tahrim: 6.
Penjagaan anda dan anak anda diantaranya dengan menashati dan mengingatkan api neraka. Meluruskan adabnya dengan berbagai macam pendidikan. Diantara adanya adalah memberi nasehat, hukuman, ancaman, pukulan, menyendirikan, memberikan pemberian, hadian dan kebaikan.
Sehingga pendidikan jiwa agar menjadi (jiwa) yang bersih dan mulia bukan mendidik jiwa yang tidak disuka lagi tercela. ‘Faidul Qadir, 5/257.]
Pukulan hanyalah sarana agar anak istiqamah, dia bukan merupakan tujuan, akan tetapi hanya digunakan jika sang anak terus menerus membandel dan menentangnya.
Syariat telah menetapkan peraturan sanksi dalam Islam, dan hal itu banyak dalam Islam, seperti hukum zina, mencuri, menuduh berzina (tanpa bukti) dan sebagainya. Semuanya itu disyariatkan agar manusia istiqamah dan menghindari perbuatan buruk.
Dalam hal inilah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berpesan untuk mengajarkan seorang bapak agar anak menurutinya.
Dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
عَلِّقُوا السَّوْطَ حَيْثُ يَرَاهُ أَهْلُ الْبَيْتِ فَإِنَّهُ أَدَبٌ لَهُمْ
رواه الطبراني ( 10 / 248 ) . والحديث : حسّن إسنادَه الهيثمي في ” مجمع الزوائد ” ( 8 / 106 )
“Gantungkan pecut di tempat yang dapat dilihat keluarga, karena itu merupakan pendidik bagi mereka.” [HR. Thabrani, 10/248]
Hadits ini dinyatakan hasan oleh Al-Haitsami dalam Majma Zawaid (8/106) Al-Albany menyatakan dalam shahih Al-Jami, no. 4022, hadits ini hasan.
Pendidikan anak hendaknya berimbang antara anjuran dan peringatan. Yang lebih penting dari itu semua adalah memperbaiki lingkungan tempat anak tinggal dengan mewujudkan sebab-sebab hidayah bagi mereka, yaitu dengan komitmennya pendidik dan pengasuh mereka yang tak lain adalah kedua orang tua mereka.
Diantara metoda sukses para pendidik dalam mendidik anaknya adalah dengan mempergunakan alat rekaman untuk mendengarkan nasehat, kaset Al-Qur’an, khutbah, pelajaran para ulama’ dimana hal banyak sekali.
Adapun buku-buku yang anda tanyakan untuk dijadikan referensi dalam mendidik anak, maka kami rekomendasikan beberapa buku berikut:
Tarbiyatul Athfal Fi Rihabil Islam (Pendidikan Anak Dalam Islam), karangan Muhammad Nashir dan Khaulah Abdul Qadir Darwisy.
Kaifa Yurabbi Al-Muslim Waladahu (Bagaimana Seorang Muslim Mendidik Anaknya), karangan Muhammad Said Al-Maulawi)
Tabiyaul Abna Fil Islam (Pendidikan Anak Dalam Islam), karangan Muhamad Jamil Zainu.
Kaifa Nurabbi Athfaalana (Bagaimana Kita Mendidik Anak-anak Kita), karangan Mahmud Mahdi Al-Istambuli.
Wallahua’lam.
Disalin dari islamqa