mascipoldotcom – Kamis, 01 Oktober 2020 (14 Safar 1442 H)
Samarinda – Sebanyak 16 anggota Korem 091/ASN secara resmi mendapatkan kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi dari pangkat semula periode 1-10 2020. Upacara kenaikan pangkat berlangsung di Aula Wira Yudha Makorem 091/ASN Kamis 1 Oktober 2020 yang dipimpin langsung oleh Danrem 091/ASN Brigjen TNI Cahyo Suryo Putro, S.I.P., M.Si.
Diantara 16 anggota yang naik pangkat tersebut diantaranya 1 Perwira yaitu Kapenrem 091/ASN Mayor Arh Azrul Azis, 7 Bintara dan 8 Tamtama. 1 Bintara Serda Agus S mendapatkan kenaikan pangkat penghargaan atas kinerja dan tanggung jawab dalam mengemban tugas sehari-hari.
Kenaikan pangkat dalam organisasi militer diatur dalam suatu pola pembinaan karier prajurit dan ditentukan dengan kriteria yang ketat untuk mempromosikan seorang prajurit, antara lain moralitas, prestasi dan dedikasi yang baik terhadap tugas dan tanggung jawab serta dalam kehidupan sehari-hari”, ucap Danrem 091/ASN dalam sambutannya.
Masih dalam sambutan Danrem 091/ASN, dengan moralitas, prestasi dan dedikasi yang ditunjukkan itu, maka para prajurit patut mendapat kepercayaan dan kehormatan dari negara berupa kenaikan pangkat satu tingkat lebih tinggi dari pangkat semula.
Untuk memperoleh kenaikan pangkat tidak cukup hanya didasarkan pada tuntutan formal administrasi semata, akan tetapi juga harus diwujudkan melalui prestasi kerja, dedikasi dan loyalitas pengabdian dalam mengemban amanah jabatan yang dipercayakan” pungkasnya.
Kegiatan ini juga tetap memperhatikan Protokol Kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah di tengah Pandemi Corona COVID-19, seperti sebelum masuk ruangan mencuci tangan di air mengalir dengan menggunakan sabun anti septik, pemeriksaan suhu badan, menjaga jarak dan tidak lupa tetap menggunakan masker selama penyelenggaraan kegiatan. Sumber Penrem 091/ASN/Akhmad Magazen
————
Renungan
Nikmat Yang Lebih Baik Menurut Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Daripada Nikmat Harta
Di dalam kehidupan dunia, seorang Muslim tidak pernah lepas dari rahmat Allâh Azza wa Jalla yang luas, dalam bentuk kucuran nikmat-nikmat-Nya yang tiada putus. Anugerah dan nikmat Ilahi yang diperolehnya pun amat beragam: nikmat kesehatan, keselamatan, rezki dan nikmat-nikmat dunia lainnya. Maka, dalam hal ini, orang kaya dan orang miskin sama-sama merasakan nikmat dari Rabb mereka.
Karunia dan kenikmatan berharga yang membuat hati riang-gembira biasa dipahami manusia dalam bentuk kenikmatan duniawi yang melimpah dan karunia yang banyak, seperti gaji yang meningkat, bonus kendaraan, lahirnya buah hati yang dinanti-nanti, kesembuhan dari penyakit setelah sekian lama menerpa tubuh dan lain-lainnya.
Rasûlullâh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki pandangan lain tentang nikmat yang berharga dan lebih utama yang sepatutnya diteladani oleh umat Islam. Nikmat yang dimaksud tertuang dalam hadits mulia berikut ini.
Anas Radhiyallahu anhuma mengatakan, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا أَنْعَمَ اللهُ عَلَى عَبْدٍ بِنِعْمَةٍ فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ إِلَّا كَانَ مَا أَعْطَى أَفْضَلَ مِمَّا أَخَذَ
Tidaklah Allâh menganugerahkan kenikmatan apapun pada seorang hamba, lalu ia mengucapkan alhamdullillâh, kecuali apa yang Dia berikan (kepadanya berupa membaca alhamdullillâh) lebih utama daripada apa yang ia terima [HR. Ibnu Mâjah no.380. Syaikh al-Albâni menilai sebagai hadits berderajat hasan].
Dalam hadits ini, alhamdullillâh (pujian kepada Allâh) merupakan nikmat Allâh Azza wa Jalla yang paling agung yang tercurahkan kepada hamba-hamba-Nya, lebih agung daripada nikmat lain yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan kepada mereka seperti rezki, keselamatan, kesehatan ataupun hidup dalam mewah di dunia ini.
Imam Ibnu Rajab rahimahullah telah menguraikan makna hadits di atas yang mungkin membekaskan kebingungan pada benak seseorang dengan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskannya dengan penjelasan yang jelas lagi gamblang dengan mengatakan, “Yang dimaksud dengan nikmat (yang disebutkan pertama dalam teks hadits) adalah nikmat-nikmat duniawi, seperti keselamatan, sehat, terhindar dari marabahaya dan lain sebagainya.
Sementara ucapan alhamdullillâh adalah nikmat agama. Keduanya merupakan nikmat dari Allâh Azza wa Jalla. Akan tetapi, nikmat Allâh kepada hamba-Nya berupa hidayah kepadanya untuk mensyukuri nikmat-nikmat-Nya dengan membaca alhamdullillâh lebih utama daripada nikmat-nikmat duniawi yang dilimpahkan-Nya kepada hamba-Nya. Nikmat-nikmat duniawi bila tidak dibarengi dengan syukur akan menjadi sumber petaka.
Sebagaimana dikatakan oleh Abu Hâzim rahimahullah, “Setiap nikmat tidak mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla, maka akan menjadi sumber petaka”. Maka, bila Allâhkmemberi taufik seorang hamba untuk mensyukuri nikmat-nikmat duniawi dengan membaca memuji-Nya (membaca alhamdullillâh) atau bentuk-bentuk syukur lainnya, maka nikmat (mensyukuri) iniakan menjadi lebih baik dari nikmat-nikmat tersebut dan lebih dicintai oleh Allâh Azza wa Jalla daripada nikmat-nikmat (duniawi) itu.”. [1]
Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Haatim dalam tafsirnya bahwa sebagian pegawai Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah pernah mengirim surat kepadanya yang isinya, “Sesungguhnya saya berada di daerah nikmat-nikmat (Allâh Azza wa Jalla ) sangat melimpah di sana. Dan aku kuatir warganya tidak mampu mensyukurinya”. Lalu ‘Umar bin ‘Aziz rahimahullah mengirim balasan surat itu dengan menulis, “Sesungguhnya sebelumnya aku memandangmu lebih mendalam dalam mengenal Allâh daripada kondisimu sekarang. Sesungguhnya tidaklah Allah menganugerahi seorang hamba dengan nikmat apapun, lalu ia memuji Allah atas nikmat itu, kecuali pujiannya kepada Allâh tersebut lebih utama dari nikmat-Nya (yang ia terima)”.
Dengan ini, menjadi jelas maksud hadits di atas, bahwa seorang hamba yang dikarunia taufik untuk bersyukur dengan membaca alhamdulillâh, dan alhamdulillâh itu sendiri juga anugerah dari Allâh Azza wa Jalla, seandainya tidak ada taufik Allâh Azza wa Jalla dan bantuan dari-Nya, maka hamba tersebut tidak akan mampu untuk memuji-Nya. Nikmat Allâh Azza wa Jalla kepada seorang hamba dengan memberinya taufik untuk memuji Allâh Azza wa Jalla lebih utama daripada nikmat Allâh Azza wa Jalla kepadanya berupa kesehatan, keselamatan, harta-benda dan lain-lain. Dan semuanya merupakan nikmat dari Allâh Azza wa Jalla .
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nikmat bersyukur lebih agung daripada nikmat harta, kedudukan, anak, istri dan lainnya”. [2]
Inilah ulasan ringkas tentang nikmat besar dan utama yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat Islam tentang dahsyatnya nikmat mengucapkanalhamdulillâh usai seseorang memperoleh kenikmatan-kenikmatan duniawi dari Allâh Azza wa Jalla .
Ya Allâh, bagi-Mu pujian sampai Engkau ridha, dan bagi-Mu pujian wahai Rabb kami, ketika Engkau ridha.
Wallâhu a’lam.
(Diadaptasi dari Fiqhul Ad’iyati wal Adzkâr Prof. Dr. Abdur Razzâq bin ‘Abdul Muhsin al-‘Abbâd 1/256-2580).
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1] Jâmi al-‘Ulûmi wal Hikam 2/82-82.
[2] ‘Iddatush Shâbirîn hlm. 169.