mascipoldotcom – Selasa, 13 April 2021 (01 Ramadhan 1442 H)
Bakasi – Disela-sela kesibukannya Kapolres Metro Bekasi, Kombes Pol Hendra Gunawan, SIK, M.Si, dan Pejabat utama Polres Metro Bekasi melakukan kunjungan dan sekaligus melaksanakan santunan anak yatim piatu serta pemberian sembako kepada masyarakat di seputra Yayasan Mannarus Sunnah dan sekolah Baitul Ilmi Tambun, Kecamatan Tambun selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (13/04/2021) sekitar pukul 11.00 WIB.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut Kapolsek Tambun AKP Gana Yudha beserta Kanit Binmas dan anggota Bhabinkamtibmas, Pengasuh Yayasan mannarus sunnah Ustad. Suharmadi Ahmad Abu Hasan, Ketua Komascipol Bagus Sujoko, anggota Polsek Tambun serta Santriwan dan santriwati Sekolah Baitul Ilmi, dan masyarakat kurang mampu di sekitar Yayasan Yayasan Mannarus Sunnah.
Kunjungan Kapolres dan PJU Polres Metro Bekasi dibulan yang penuh berkah, mendapat sambutan hangat dari masyarakat Tambun Selatan, ”
Sholawat serta salam kita junjung kearibaan Nabi Muhammad shalallahu ‘alayhi wassalam, mudah-mudahan kita semua kelak mendapatkan safaatnya”. uangkap Kapolres saat memberikan sambutan dan nasehat Kamtibmas di bulan Ramadhan 1442 H.
Kapolres Metro Bekasi melanjutkan “Berkumpul nya kita ini sudah tertulis di lauhul Mahfud, semoga menjadi ikatan silaturahmi,”sambung Kapolres di hadapan anak yatim piatu Sekolah Baitul Ilmi, dan masyarakat Tambun Selatan,
Menurut Kapolres, dirinya beserta rombongan dari Polre Metro Bekasi sangat bahagia bisa bertemu dan berkumpul dengan pengurus sekaligus santriwan dan santriwati di Yayasan mannarus Sunnah dan Sekolah Baitul Ilmi, beserta masyarakat tambun Selatan, “Kami bersyukur dibulan suci Ramadhan 1414 H ini dipertemukan dan dapat berkumpul bersama santri dan masyarakat Tambun Selatan, imbuh Kapolres Metro Bekasi.
Saat memberikan sambutan Ustad Suharmadi Ahmad abu hasan, selaku Ketua Yayasan Mannarus Sunnah dan Sekolah Baitul Ilmi Tambun mengungkapkan, ”
Kami ucapan ahlan wasahlan orang tua kami Kapolres dan Kapolsek di tempat kami, ini adalah aset umat di Tambun, kita berdiri diatas semua golongan demi kemaslahatan umat, Kami mengucapkan terimakasih Kepada Kapolres dan Kapolsek yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan kepada kami,” ungkap Ustad Suharmadi Ahmad abu Hasan.
Kegiatan diakhiri dengan pemberian santunan dan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar pokok kepada para Santri dan tenaga pengajar Sekolah Baitul Iilmi, serta perwakilan masyarakt kaum duafa tambun selatan.
Setelah sebelumnya di adakan sholat dhuhur berjamaah, dan
Kapolres Metro Bekasi, Kombes Pol Hendra Gunawan, S.Ik.,M.Si, tak henti-hentinya mngingatkan agar tetap mematuhi dan menerapkan protokol kesehatan. (Bagus Sujoko).
————-
Renungan
KEUTAMAAN MENYANTUNI ANAK YATIM
Oleh Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
عَنْ سَهْلِ بَْنِ سَعْدٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَ، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئاً
Dari Sahl bin Sa’ad Radhiallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya.[HR al-Bukhari no. 4998 dan 5659]
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan dan pahala orang yang meyantuni anak yatim, sehingga imam al-Bukhari rahimahullah mencantumkannya dalam bab: Keutamaan Orang Yang Mengasuh Anak Yatim.
Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
• Makna hadits ini: orang yang menyantuni anak yatim di dunia akan menempati kedudukan yang tinggi di surga dekat dengan kedudukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam [1].
• Arti “menanggung anak yatim” adalah mengurusi dan memperhatikan semua keperluan hidupnya, seperti nafkah (makan dan minum), pakaian, mengasuh dan mendidiknya dengan pendidikan Islam yang benar [2].
• Yang dimaksud dengan anak yatim adalah seorang anak yang ditinggal oleh ayahnya sebelum anak itu mencapai usia dewasa [3].
• Keutamaan dalam hadits ini berlaku bagi orang yang meyantuni anak yatim dari harta orang itu sendiri atau harta anak yatim tersebut jika orang itu benar-benar yang mendapat kepercayaan untuk itu [4].
• Demikian pula, keutamaan ini berlaku bagi orang yang meyantuni anak yatim yang punya hubungan keluarga dengannya atau anak yatim yang sama sekali tidak punya hubungan keluarga dengannya [5].
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan mengasuh anak yatim, yang ini sering terjadi dalam kasus “anak angkat”, karena ketidakpahaman sebagian dari kaum muslimin terhadap hukum-hukum dalam syariat Islam, di antaranya:
1. Larangan menisbatkan anak angkat/anak asuh kepada selain ayah kandungnya, berdasarkan firman Allah:
ادْعُوهُمْ لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آَبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu” [al-Ahzaab/33: 5].
2. Anak angkat (anak asuh) tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua yang mengasuhnya, berbeda dengan kebiasaan di zaman Jahiliyah yang menganggap anak angkat seperti anak kandung yang berhak mendapatkan warisan ketika orang tua angkatnya meninggal dunia[6].
3. Anak angkat (anak asuh) bukanlah mahram[7], sehingga wajib bagi orang tua yang mengasuhnya maupun anak-anak kandung mereka untuk memakai hijab yang menutupi aurat di depan anak tersebut, sebagaimana ketika mereka di depan orang lain yang bukan mahram, berbeda dengan kebiasaan di masa Jahiliyah.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XV/Rabi’ul Akhir 1433/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Lihat kitab “’Aunul Ma’buud” (14/41) dan “Tuhfatul ahwadzi” (6/39).
[2]. Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (18/113).
[3]. Lihat kitab “an-Nihaayah fi gariibil hadiitsi wal atsar” (5/689).
[4]. Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (18/113) dan “Faidhul Qadiir” (3/49).
[5]. Ibid.
[6]. Sebagaimana dalam HSR al-Bukhari (no. 3778), lihat juga kitab “Tafsir al-Qurthubi” (14/119).
[7]. Mahram adalah orang yang tidak halal untuk dinikahi selamanya dengan sebab yang mubah (diperbolehkan dalam agama). Lihat kitab “Fathul Baari” (4/77).